KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan memanjatkan puji syukur ke
hadiratAllah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada tim
penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
Kami menyadari bahwa didalam
pembuatan makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Tim penulis menyadari bahwa dalam
proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik materi
maupun cara penulisannya. Namun demikian, kami telah berupaya dengan segala
kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat selesai dengan baik dan
oleh karenanya, tim penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka
menerima masukan,saran dan usul guna penyempurnaan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Walaikumsalam Wr. Wb
KRISIS EKONOMI
INDONESIA
TAHUN
1997-1998
A.
PENDAHULUAN
Krisis
ekonomi atau yang sering disebut dengan nama krisis moneter merupakan suatu
peristiwa atau kondisi menurunya ekonomi suatu Negara. Semua Negara praktis pernah mengalami yang namanya
krisis dalam perekonomian negaranya. Karena krisis merupakan kejadian yang
simultan dan memiliki effek yang akan menyebar keberbagai Negara. Banyak yang
menyebutkan bahwa Krisis moneter merupakan hasil dari ekonomi kapitalis yang
sepenuhnya bergantung pada sistem pasar
yang ada. Akibatnya pasar tidak terkendali dan mengakibatkan terjadinya krisis.
Sebagian
besar negara-negara di dunia pernah mengalami krisis ekonomi, bahkan AS juga pernah mengalaminya. Indonesia
pun tidak dapat mengelak dari permasalah
tersebut, dimana Indonesia dilanda oleh suatu krisis ekonomi yang diawali dari
krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada pertengahan tahun 1997.
Kecenderungan melemahnya rupiah semakin menjadi ketika terjadi penembakan mahasiswa Trisakti pada tanggal 12
Mei 1998 dan aksi penjarahan pada tanggal
14 Mei 1998.
Sejak
berdirirnya orde baru tahun 1966-1998, terjadi krisis rupiah pada pertengahan tahun 1997 yang berkembang
menjadi suatu krisis ekonomi yang besar.
Krisis pada tahun ini jauh lebih parah dan kompleks dibandingkan dengan
krisis-krisis sebelumnya yang pernah dialami oleh Indonesia. Hal ini terbukti
dengan mundurnya Soeharto sebagai presiden, kerusuhan Mei 1998, hancurnya
sektor perbankan dan indikator-indikator lainnya, baik ekonomi, sosial,
maupun politik. Faktor-faktor yang
diduga menjadi penyebab suatu krisis moneter yang berubah menjadi krisis ekonomi yang besar,
yakni terjadinya depresiasi nilai tukarrupiah terhadap dolar AS lebih dari 200%
dan berlangsung dalam jangka waktu yang panjang.
Oleh
karen itu, dalam makalah ini akan diuraikan mengenai penyebab- penyebab
terjadinya krisis ekonomi Indonesia, dampak yang ditimbulkannya bagi perekonmian domestik, serta kebijakan atau
upaya penanggulangannya.
B.
PEMBAHASAN
Krisis ekonomi
Indonesia
merupakan salah satu Negara di Asia yang mengalami krisis mata uang, kemudian
disusul oleh krisis moneter dan berakhir dengan krisis ekonomi yang besar.
Seperti diungkapkan oleh Haris (1998),
“Krisis ekonomi yang dialami Indonesia sejak
tahun 1997 adalah yang paling parah sepanjang orde baru. Ditandai dengan
merosotnya kurs rupiah terhadap dolar yang luar biasa, serta menurunnya
pendapatan per kapita bangsa kita yang sangat drastis. Lebih jauh lagi,
sejumlah pabrik dan industri yang bakal collaps atau disita oleh kreditor
menyusul utang sebagian pengusaha yang jatuh tempo pada tahun 1998 tak lama
lagi akan menghasilka ribuan pengngguran baru dengan sederet persoalan sosial.
Ekonom, dan politik yang baru pula”
Menurut
Fischer (1998), sesungguhnya pada masa kejayaan Negara-negara Asia Tenggara,
krisis di beberapa negara, seperti Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia,
sudah bisa diramalkan meski waktunya tidak dapat dipastikan.Misalnya di
Thailand dan Indonesia, defisit neraca perdagangan terlalu besar dan terus meningkat setiap tahun,
sementara pasar properti dan pasar modal di dalam negeri berkembang pesat tanpa
terkendali. Selain itu, nilai tukar mata uang di dua Negara tersebut dipatok
terhadap dolar AS terlalu rendah yang mengakibatkan ada kecenderungan besar
dari dunia usaha didalam negeri untuk melakukan pinjaman luar negeri, sehingga
banyak perusahaan dan lembaga keuangan di negara-negara itu menjadi sangat
rentan terhadap risiko perubahan nilai tukar valuta asing. Dan yang terakhir
adalah aturan serta pengawasan keuangan oleh otoriter moneter di Thailand dan
Indonesia yang sangat longgar hingga kualitas pinjaman portfolio perbankan
sangat rendah. Anggapan Fischer tersebut dapat membantu untuk menentukan apakah
krisis rupiah terjadi karena krisis bath Thailand. Sementara menurut McLeod
(1998), krisis rupiah di Indonesia adalah hasil dari akumulasi
kesalahan-kesalahan pemerintah dalam
kebijakan-kebijakan ekonominya selama orde baru, termasuk diantaranya kebijakan
moneter yang mempertahankan nilai tukar rupiah pada tingkat yang overvalued.
Krisis moneter yang terjadi di Indonesia sejak
awal Juli 1997, di akhir tahun itu telah berubah menjadi krisis ekonomi.
Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik
drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan
pemutusan hubungan kerja (PHK) secara
besar-besaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembako
semakin langka.Krisis ini tetap terjadi, meskipun fundamental ekonomi Indonesia
di masa lalu dipandang cukup kuat dan disanjung-sanjung oleh Bank Dunia. Yang
dimaksud fundamental ekonomi yang kuat adalah pertumbuhan ekonomi yang cukup
tinggi, laju inflasi terkendali, cadangan devisa masih cukup besar dan
realisasi anggaran pemerintah masih menunjukkan sedikit surplus.
*Tahun
anggaran. Sumber : BPS,Indikator ekonomi; Bank Indonesia, Statistik Keuangan
Indonesia; World Bank, Indonesia in Crisis, July 2, 1998
Menanggapi
perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang mulai merosot sejak
bulan Mei 1997, pada bulan Juli 1997 BI melakukan empat kali intervensi dengan
memperlebar rentang intervensi. Namun pengaruhnya tidak banyak. Nilai rupiah dalam dolar AS terus
tertekan. Tanggal 13 Agustus 1997 rupiah mencapai nilai terendah hingga saat
itu, yakni dari Rp2.655,00 menjadi Rp2.682,00 per dollar AS. BI akhirnya
menghapuskan rentang intervensi dan pada
akhirnya rupiah turun ke Rp2.755,00 per dollar AS. Tetapi terkadang nilai
rupiah juga mengalami penguatan beberapa poin. Misalnya, pada bulan Maret 1988
nilai rupiah mencapai Rp10.550,00 untuk satu dollar AS, walaupun sebelumnya,
antara bulan Januari dan Februari sempat menembus Rp11.000,00 rupiah per dollar
AS. Selama periode Agustus 1997-1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
terendah terjadi pada bulan Juli 1998, yakni mencapai nilai antara Rp14.000,00
dan Rp15.000,00 per dollar AS. Sedangkan dari bulan September 1998 hingga Mei
1999, perkembangan kurs rupiah terhadap dolar AS berada pada nilai antara Rp8.000,00 dan
Rp11.000,00 per dollar AS. Selama
periode 1 Januari 1998 hingga 5 Agustus 1998, depresiasi nilai tukar
rupiah terhadap dollar AS adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan mata
uang-mata uang Negara-negara Asia lainnya yang juga mengalami depresiasi
terhadap dolar AS selama periode tersebut.
Sebagai
konsekuensinya, BI pada tanggal 14 Agustus 1997 terpaksa membebaskan nilai
tukar rupiah terhadap valuta asing. Dengan demikian, BI tidak melakukan
intervensi lagi di pasar valuta asing, sehingga nilai tukar ditentukan oleh
kekuatan pasar.
Kurs
mata uang untuk US$1
Mata
uang
|
Jun
'97
|
Jul
'98
|
Perubahan
|
24,50
|
41,00
|
▼ 40,2%
|
|
2,38
|
14,15
|
▼ 83,2%
|
|
26,30
|
42,00
|
▼ 37.4%
|
|
2,50
|
4,10
|
▼ 39.0%
|
|
0,85
|
1,29
|
▼ 34.1%
|
GNP
(milyar US$)
Negara
|
Jun
'97
|
Jul
'98
|
Perubahan
|
170
|
102
|
▼ 40,0%
|
|
205
|
34
|
▼ 83,4%
|
|
75
|
47
|
▼ 37.3%
|
|
90
|
55
|
▼ 38.9%
|
|
430
|
283
|
▼ 34.2%
|
C.
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KRISIS
penyebab utama dari terjadinya krisis yang
berkepanjangan ini adalah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang
sangat tajam, meskipun ini bukan faktor satu-satunya, tetapi ada banyak faktor
lainnya yang berbedamenurut sisi pandang masing-masing pengamat. Berikut ini
diberikan rangkuman dari berbagai faktor tersebut menurut urutan kejadiannya:
1) Dianutnya sistim devisa yang terlalu bebas tanpa
adanya pengawasan yang memadai,memungkinkan arus modal dan valas dapat mengalir
keluar-masuk secara bebas berapapun jumlahnya. Kondisi di atas dimungkinkan,
karena Indonesia menganut rezim devisa bebas dengan rupiah yang konvertibel,
sehingga membuka peluang yang sebesarbesarnyauntuk orang bermain di pasar
valas. Masyarakat bebas membuka rekening valas di dalam negeri atau di luar
negeri. Valas bebas diperdagangkan di dalam negeri, sementara rupiah juga bebas
diperdagangkan di pusat-pusat keuangan di luar negeri.
2) Tingkat depresiasi rupiah yang relatif rendah,
berkisar antara 2,4% (1993) hingga 5,8% (1991) antara tahun 1988 hingga 1996,
yang berada di bawah nilai tukar nyatanya, menyebabkan nilai rupiah secara
kumulatif sangat overvalued. Ditambah dengan kenaikan pendapatan penduduk dalam
nilai US dollar yang naiknya relatif lebih cepat dari kenaikan pendapatan nyata
dalam Rupiah, dan produk dalam negeri yang makin lama makin kalah bersaing
dengan produk impor. Nilai Rupiah yang overvalued berarti juga proteksi
industri yang negatif. Akibatnya harga barang impor menjadi relatif murah dan
produk dalam negeri relatif mahal, sehingga masyarakat memilih barang impor
yang kualitasnya lebih baik. Akibatnya produksi dalam negeri tidak berkembang,
ekspor menjadi kurang kompetitif dan impor meningkat. Nilai rupiah yang sangat
overvalued ini sangat rentan terhadap serangan dan permainan spekulan, karena
tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata.
3) Akar dari segala permasalahan adalah utang luar
negeri swasta jangka pendek dan menengah sehingga nilai tukar rupiah mendapat
tekanan yang berat karena tidak tersedia cukup devisa untuk membayar utang yang
jatuh tempo beserta bunganya ditambah sistim perbankan nasional yang lemah.
Akumulasi utang swasta luar negeri yang sejak awal tahun 1990-an telah mencapai
jumlah yang sangat besar, bahkan sudah jauh melampaui utang resmi pemerintah
yang beberapa tahun terakhir malah sedikit berkurang (oustanding official
debt). Ada tiga pihak yang krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF
dan Saran bersalah di sini, pemerintah, kreditur dan debitur. Kesalahan
pemerintah adalah, karena telah memberi signal yang salah kepada pelaku ekonomi
dengan membuat nilai rupiah terus-menerus overvalued dan suku bunga rupiah yang
tinggi, sehingga pinjaman dalam rupiah menjadi relatif mahal dan pinjaman dalam
mata uang asing menjadi relatif murah. Sebaliknya, tingkat bunga di dalam
negeri dibiarkan tinggi untuk menahan pelarian dana ke luar negeri dan agar
masyarakat mau mendepositokan dananya dalam rupiah.
Jadi di sini pemerintah dihadapi dengan buah
simalakama. Keadaan ini menguntungkan pengusaha selama tidak terjadi devaluasi
dan ini terjadi selama bertahun-tahun sehingga memberi rasa aman dan orang
terus meminjam dari luar negeri dalam jumlah yang semakin besar. Dengan
demikian pengusaha hanya bereaksi atas signal yang diberikan oleh pemerintah.
Selain itu pemerintah sama sekali tidak melakukan pengawasan terhadap utang-utang
swasta luar negeri ini, kecuali yang berkaitan dengan proyek pemerintah dengan
dibentuknya tim PKLN. Bagi debitur dalam negeri, terjadinya utang swasta luar negeri
dalam jumlah besar ini, di samping lebih menguntungkan, juga disebabkan suatu gejala
yang dalam teori ekonomi dikenal sebagai fallacy of thinking , di mana
pengusaha beramai-ramai melakukan investasi di bidang yang sama meskipun
bidangnya sudah jenuh, karena masing-masing pengusaha hanya melihat dirinya
sendiri saja dan tidak memperhitungkan gerakan pengusaha lainnya. Pihak
kreditur luar negeri juga ikut bersalah, karena kurang hati-hati dalam memberi
pinjaman dan salah mengantisipasi keadaan. Jadi sudah sewajarnya, jika kreditur
luar negeri juga ikut menanggung sebagian dari kerugian yang diderita oleh
debitur.
Kalau masalahnya hanya menyangkut utang luar negeri
pemerintah saja, meskipun masalahnya juga cukup berat karena selama bertahun-tahun
telah terjadi net capital outflow yang kian lama kian membesar berupa pembayaran
cicilan utang pokok dan bunga, namun masih bisa diatasi dengan pinjaman baru
dan pemasukan modal luar negeri dari sumber-sumber lain. Beda dengan pinjaman
swasta, pinjaman luar negeri pemerintah sifatnya jangka panjang, ada tenggang
waktu pembayaran, tingkat bunganya relatif rendah, dan tiap tahunnya ada
pemasukan pinjaman baru. Pada awal Mei 1998 besarnya utang luar negeri swasta dari
1.800 perusahaan diperkirakan berkisar antara US$ 63 hingga US$ 64 milyar,
sementara utang pemerintah US$ 53,5 milyar. Sebagian besar dari pinjaman luar negeri
swasta ini tidak di hedge. Sebagian orang Indonesia malah bisa hidup mewah
dengan menikmati selisih biaya bunga antara dalam negeri dan luar negeri,
misalnya yang dimaksud di sini adalah perilaku pengusaha yang bertindak atas
pertimbangan dirinya sendiri tanpa mengetahui apa yang dilakukan oleh pengusaha
lainnya. Misalnya pengusaha ramai-ramai mendiri-kan apotik, membuka tambak
udang, membangun realestat dan kondomium. Total pembayaran cicilan utang pokok
dan bunga setelah dikurangi pinjaman baru.
Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 bank-bank.
Maka beban pembayaran utang luar negeri beserta bunganya menjadi tambah besar
yang dibarengi oleh kinerja ekspor yang melemah . Ditambah lagi dengan
kemerosotan nilai tukar rupiah yang tajam yang membuat utang dalam nilai rupiah
membengkak dan menyulitkan pembayaran kembalinya. Pinjaman luar negeri dan dana
masyarakat yang masuk ke sistim perbankan, banyak yang dikelola secara tidak
prudent, yakni disalurkan ke kegiatan grupnya sendiri dan untuk proyek-proyek
pembangunan realestat dan kondomium secara berlebihan sehingga jauh melampaui
daya beli masyarakat, kemudian macet dan uangnya tidak kembali.
Pinjaman-pinjaman luar negeri dalam jumlah relatif besar yang dilakukan oleh
sistim perbankan sebagian disalurkan ke sektor investasi yang tidak menghasilkan
devisa (non-traded goods) di bidang tanah seperti pembangunan hotel, resort pariwisata,
taman hiburan, taman industri, shopping malls dan realestat.
Proyek-proyek besar ini umumnya tidak menghasilkan
barang-barang ekspor dan mengandalkan pasar dalam negeri, maka sedikit sekali
pemasukan devisa yang bisa diandalkan untuk membayar kembali utang luar negeri.
Krugman melihat bahwa para financial intermediaries juga berperan di Thailand dan
Korea Selatan dengan moral nekat mereka, yang menjadi penyebab utama dari
krisis di Asia Timur. Mereka meminjamkan pada proyek-proyek berisiko tinggi
sehingga terjadi investasi berlebihan di sektor tanah (Krugman, 1998;
Greenwood). Mereka mulai mencari dollar AS untuk membayar utang jangka pendek
dan membeli dollar AS untuk di hedge.
4) Permainan yang dilakukan oleh spekulan asing yang
dikenal sebagai hedge funds tidak mungkin dapat dibendung dengan melepas
cadangan devisa yang dimiliki Indonesia pada saat itu, karena praktek margin
trading, yang memungkinkan dengan modal relatif kecil bermain dalam jumlah besar.
Dewasa ini mata uang sendiri sudah menjadi komoditi perdagangan, lepas dari
sektor riil. Para spekulan ini juga meminjam dari sistim perbankan untuk
memperbesar pertaruhan mereka. Itu sebabnya mengapa Bank Indonesia memutuskan
untuk tidak intervensi di pasar valas karena tidak akan ada gunanya. Meskipun
pada awalnya spekulan asing ikut berperan, tetapi mereka tidak bisa disalahkan
sepenuhnya atas pecahnya krisis moneter ini. Sebagian dari mereka ini justru
sekarang menderita kerugian, karena mereka membeli rupiah dalam jumlah cukup
besar ketika kurs masih di bawah Rp. 4.000 per dollar AS dengan pengharapan ini
adalah kurs tertinggi dan rupiah akan balik menguat, dan pada saat itu mereka
akan menukarkan kembali rupiah dengan dollar AS . Namun pemicu adalah krisis
moneter kiriman yang berawal dari Thailand antara Maret sampai Juni 1997, yang
diserang terlebih dahulu oleh spekulan dan kemudian menyebar ke negara Asia
lainnya termasuk Indonesia. Krisis moneter yang terjadi sudah saling
kait-mengkait di kawasan Asia Timur dan tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya
.
(5) Kebijakan fiskal dan moneter tidak konsisten
dalam suatu sistim nilai tukar dengan pitabatas intervensi. Sistim ini
menyebabkan apresiasi nyata dari nilai tukar rupiah danmengundang tindakan
spekulasi ketika sistim batas intervensi ini dihapus pada tanggal 14 Agustus
1997 tidak adanya kebijakan pemerintah yang jelas dan terperinci tentang
bagaimana mengatasi krisis dan keadaan ini masih berlangsung hingga saat ini.
Ketidak mampuan pemerintah menangani krisis menimbulkan krisis kepercayaan dan
mengurangi kesediaan investor asing untuk memberi bantuan finansial dengan
cepat .
6) Defisit neraca berjalan yang semakin membesar, yang
disebabkan karena laju peningkatan impor barang dan jasa lebih besar dari
ekspor dan melonjaknya pembayaran bunga pinjaman. Sebab utama adalah nilai
tukar rupiah yang sangat overvalued, yang membuat harga barang-barang impor
menjadi relatif murah dibandingkan dengan produk dalam negeri.
7) Penanam modal asing portfolio yang pada awalnya
membeli saham besar-besaran dimingimingi keuntungan yang besar yang ditunjang
oleh perkembangan moneter yang relatif stabil kemudian mulai menarik dananya
keluar dalam jumlah besar . Selisih tingkat suku bunga dalam negeri dengan luar
negeri yang besar dan kemungkinan memperoleh keuntungan yang relatif besar dengan
cara bermain di bursa efek, ditopang oleh tingkat devaluasi yang relatif stabil
sekitar 4% per tahun sejak 1986 menyebabkan banyak modal luar negeri yang
mengalir masuk. Setelah nilai tukar Rupiah tambah melemah dan terjadi krisis
kepercayaan, dana modal asing terus mengalir ke luar negeri meskipun dicoba
ditahan dengan tingkat bunga yang tinggi atas surat-surat berharga Indonesia.
Kesalahan juga terletak pada investor luar negeri yang kurang waspada dan meremehkan
resiko Krisis ini adalah krisis kepercayaan terhadap rupiah.
8) IMF tidak membantu sepenuh hati dan terus menunda
pengucuran dana bantuan yang dijanjikannya dengan alasan pemerintah tidak melaksanakan
50 butir kesepakatan dengan baik. Negara-negara sahabat yang menjanjikan akan
membantu Indonesia juga menunda mengucurkan bantuannya menunggu signal dari
IMF, padahal keadaan perekonomian Indonesia makin lama makin tambah terpuruk.
Singapura yang menjanjikan US$ 5 milyar meminta pembayaran bunga yang lebih
tinggi dari pinjaman IMF, sementara Brunei Darussalam yang menjanjikan US$ 1 milyar baru akan mencairkan dananya
sebagai yang terakhir setelah semua pihak lain yang berjanji akan 8 Buletin
Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 membantu telah mencairkan dananya dan
telah habis terpakai. IMF sendiri dinilai banyak pihak telah gagal menerapkan
program reformasinya di Indonesia dan malah telah mempertajam dan memperpanjang
krisis. Spekulan domestik ikut bermain . Para spekulan ini pun tidak semata-mata
menggunakan dana nya sendiri, tetapi juga meminjam dana dari sistim perbankan
untuk bermain. Terjadi krisis kepercayaan dan kepanikan yang menyebabkan
masyarakat luas menyerbu membeli dollar AS agar nilai kekayaan tidak merosot dan
malah bisa menarik keuntungan dari merosotnya nilai tukar rupiah.
Terjadilah snowball effect, di mana serbuan terhadap
dollar AS makin lama makin besar. Orang-orang kaya Indonesia, baik pejabat
pribumi dan etnis Cina, sudah sejak tahun lalu bersiap-siap menyelamatkan harta
kekayaannya ke luar negeri mengantisipasi ketidak stabilan politik dalam
negeri. Sejak awal Desember 1997 hingga awal Mei 1998 telah terjadi pelarian
modal besar-besaran ke luar negeri karena ketidak stabilan politik seperti isu
sakitnya Presiden dan Pemilu. Kerusahan besar-besaran pada pertengahan Mei yang
lalu yang ditujukan terhadap etnis Cina telah menggoyahkan kepercayaan
masyarakat ini akan keamanan harta, jiwa dan martabat mereka. Padahal mereka
menguasai sebagian besar modal dan kegiatan ekonomi di Indonesia dengan akibat
mereka membawa keluar harta kekayaan mereka dan untuk sementara tidak melaukan
investasi baru.
Terdapatnya keterkaitan yang erat dengan yen Jepang,
yang nilainya melemah terhadap dollar AS . Setelah Plaza-Accord tahun 1985,
kurs dollar AS dan juga mata uang negara-negara Asia Timur melemah terhadap yen
Jepang, karena mata uang negaranegaraAsia ini dipatok dengan dollar AS. Daya
saing negara-negara Asia Timur meningkat terhadap Jepang, sehingga banyak perusahaan
Jepang melakukan relokasi dan investasi dalam jumlah besar di negara-negara
ini. Tahun 1995 kurs dollar AS berbalik menguat terhadap yen Jepang, sementara
nilai utang dari negara-negara ini dalam dollar AS meningkat karena meminjam
dalam yen, sehingga menimbulkan krisis keuangan. Di lain pihak harus diakui
bahwa sektor riil sudah lama menunggu pembenahan yang mendasar, namun kelemahan
ini meskipun telah terakumulasi selama bertahun-tahun masih bisa ditampung oleh
masyarakat dan tidak cukup kuat untuk menjungkir-balikkan perekonomian
Indonesia seperti sekarang ini. Memang terjadi dislokasi sumber-sumber ekonomi
dan kegiatan mengejar rente ekonomi oleh perorangan/kelompok tertentu yang menguntungkan
mereka ini dan merugikan rakyat banyak dan perusahaan-perusahaan yang efisien.
Subsidi pangan oleh BULOG, monopoli di berbagai
bidang, penyaluran dana yang besar untuk proyek IPTN dan mobil nasional. Timbulnya
krisis berkaitan dengan Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS secara tajam, yakni sektor
ekonomi luar negeri, dan kurang dipengaruhi oleh sektor riil dalam negeri,
meskipun kelemahan sektor riil dalam negeri mempunyai pengaruh terhadap
melemahnya nilai tukar rupiah. Membenahisektor riil saja, tidak memecahkan
permasalahan. Krisis pecah karena terdapat ketidak seimbangan antara kebutuhan
akan valas dalam jangka pendek dengan jumlah devisa yang tersedia, yang
menyebabkan nilai dollar AS melambung dan tidak terbendung.
Sebab itu tindakan yang harus segera didahulukan
untuk mengatasi krisis ekonomi ini adalah pemecahan masalah utang swasta luar
negeri, membenahi kinerja perbankan nasional, mengembalikan kepercayaan
masyarakat dalam dan luar negeri terhadap kemampuan ekonomi Indonesia, menstabilkan
nilai tukar rupiah pada tingkat yang nyata, dan tidak kalah penting adalah mengembalikan
stabilitas sosial dan politik. Program Reformasi Ekonomi IMF Menurut IMF,
krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia disebabkan Program Reformasi
Ekonomi IMF. Menurut IMF, krisis ekonomi yang berkepanjangan di Indonesia
disebabkan karenapemerintah baru meminta bantuan IMF setelah rupiah sudah
sangat terdepresiasi. Strategipemulihan IMF dalam garis besarnya adalah
mengembalikan kepercayaan pada mata uang, yaitu dengan membuat mata uang itu
sendiri menarik. Inti dari setiap program pemulihan ekonomi adalah
restrukturisasi sektor finansial. Sementara itu pemerintah Indonesia telah enam
kali memperbaharui persetujuannya dengan IMF, Second Supplementary Memorandum
of Economic and Financial Policies (MEFP) tanggal 24 Juni, kemudian 29 Juli
1998, dan yang terakhir adalah review yang keempat, tanggal 16 Maret
1999.Program bantuan IMF pertama ditanda-tangani pada tanggal 31 Oktober 1997. Program
reformasi ekonomi yang disarankan IMF ini mencakup empat bidang:
1.
Penyehatan sektor keuangan;
2.
Kebijakan fiskal;
3.
Kebijakan moneter
4.
Penyesuaian struktural.
Untuk menunjang program ini, IMF akan mengalokasikan
stand-by credit sekitar US$ 11,3 milyar selama tiga hingga lima tahun masa
program. Sejumlah US$ 3,04 milyar dicairkan segera, jumlah yang sama disediakan
setelah 15 Maret 1998 bila program penyehatannya telah dijalankan sesuai
persetujuan, dan sisanya akan dicairkan secara bertahap sesuai kemajuan dalam
pelaksanaan program. Dari jumlah total pinjaman tersebut, Indonesia sendiri
mempunyai kuota di IMF sebesar US$ 2,07 milyar yang bisa dimanfaatkan. Di
samping dana bantuan IMF, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan
negaranegarasahabat juga menjanjikan pemberian bantuan yang nilai totalnya
mencapai lebih 10 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 kurang US$
37 milyar . Namun bantuan dari pihak lain ini dikaitkan dengan kesungguhan
pemerintah Indonesia melaksanakan program-program yang diprasyaratkan IMF.
Sebagai perbandingan, Korea mendapat bantuan dana
total sebesar US$ 57 milyar untuk jangka waktu tiga tahun, di antaranya sebesar
US$ 21 milyar berasal dari IMF. Thailandhanya memperoleh dana bantuan total
sebesar US$ 17,2 milyar, di antaranya US$ 4 milyar dari IMF dan masing-masing
US$ 0,5 milyar berasal dari Indonesia dan Korea. Karena dalam beberapa hal
program-program yang diprasyaratkan IMF oleh pihak Indonesia dirasakan berat
dan tidak mungkin dilaksanakan, maka dilakukanlah negosiasi kedua yang
menghasilkan persetujuan mengenai reformasi ekonomi (letter of intent) yang ditanda-tangani
pada tanggal 15 Januari 1998, yang mengandung 50 butir. Saransaran IMF
diharapkan akan mengembalikan kepercayaan masyarakat dengan cepat dan kurs
nilai tukar rupiah bisa menjadi stabil (butir 17 persetujuan IMF 15 Januari
1998). Pokok-pokok dari program IMF adalah sebagai berikut:
A.
Kebijakan
makro-ekonomi
-
Kebijakan fiskal
Yaitu kebijakan
pemerintah yang dilakukan dengan cara mengubah penerimaan dan pengeluaran
negara. Atau kebijakan pemerintah yang membuat perubahan dalam bidang
per-pajakan (T) dan pengeluaran pemerintah (G) dengan tujuan untuk mempengaruhi
pengeluaran /permintaan agregat dalam perekonomian Kebijakan ini diambil untuk
menstabilkan ekonomi, memperluas kesempatan kerja, mempertinggi pertumbuhan
ekonomi, dan keadilan dalam pemerataan pendapatan. Caranya dengan : menambah
atau mengurangi PAJAK dan SUBSIDI.
Instrumen kebijakan
fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat
dengan pajak. Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan
berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli
masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output.
Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
- Kebijakan moneter dan nilai tukar
Kebijakan yang diambil oleh Bank Sentral untuk
menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat. Pengaturan
jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau
mengurangi jumlah uang yang beredar.
B.
Restrukturisasi
sektor keuangan
- Program restrukturisasi bank
- Memperkuat aspek hukum dan pengawasan untuk
perbankan
C.
Reformasi
struktural
- Perdagangan luar negeri dan investasi
- Deregulasi dan swastanisasi
- Social safety net
- Lingkungan hidup.
Setelah pelaksanaan reformasi kedua ini kembali
menghadapi berbagai hambatan,maka diadakanlah negosiasi ulang yang menghasilkan
supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998 yang terdiri atas 20 butir,
7 appendix dan satu matriks. Cakupan memorandum ini lebih luas dari kedua
persetujuan sebelumnya, dan aspek baru yang masuk adalah penyelesaian utang
luar negeri perusahaan swasta Indonesia. Jadwal pelaksanaan masing-masing
program dirangkum dalam matriks komitmen kebijakan struktural. Strategi yang
akan dilaksanakan adalah:
1. menstabilkan rupiah pada tingkat yang sesuai dengan
kekuatan ekonomi Indonesia
2. memperkuat dan mempercepat restrukturisasi sistim
perbankan;
3. memperkuat implementasi reformasi struktural
untuk membangun ekonomi yang efisien dan berdaya saing;
4. menyusun kerangka untuk mengatasi masalah utang
perusahaan swasta;
5. kembalikan pembelanjaan perdagangan pada keadaan
yang normal, sehingga ekspor bisa bangkit kembali.
Ke
tujuh appendix adalah masing-masing:
1. Kebijakan moneter dan suku bunga
2. Pembangunan sektor perbankan
3. Bantuan anggaran pemerintah untuk golongan lemah
4. Reformasi BUMN dan swastanisasi
5. Reformasi struktural
6. Restrukturisasi utang swasta
7. Hukum Kebangkrutan dan reformasi yuridis.
Prioritas utama dari program IMF ini adalah
restrukturisasi sektor perbankan.
Pemerintah akan terus menjamin kelangsungan kredit
murah bagi perusahaan kecilmenengah dan koperasi dengan tambahan dana dari
anggaran pemerintah (butir 16 dan 20 dari Suplemen). Awal Mei 1998 telah
dilakukan pencairan kedua sebesar US$ 989,4 juta danjumlah yang sama akan
dicairkan lagi berturut-turut awal bulan Juni dan awal bulan Juli,bila
pemerintah dengan konsekuen melaksanakan program IMF. Sementara itu Menko
Ekuin/Kepala Bappenas menegaskan bahwa “Dana IMF dan sebagainya memang tidak
kita gunakan untuk intervensi, tetapi untuk mendukung neraca pembayaran serta
memberi rasa aman, rasa tenteram, dan rasa kepercayaan terhadap perekonomian
bahwa kita memiliki cukup devisa untuk mengimpor dan memenuhi kewajiban-kewajiban
luar negeri”.
Pencairan berikutnya sebesar US$ 1 milyar yang dijadwalkan
awal bulan Juni baru akan terlaksana awal bulan September ini. Kritik Terhadap
IMF Banyak kritik yang dilontarkan oleh berbagai pihak ke alamat IMF dalam hal
menangani krisis moneter di Asia, yang paling umum adalah bahwa: (1) program
IMF terlalu seragam, padahal masalah yang dihadapi tiap negara tidak seluruhnya
sama (2) program IMF terlalu banyak
mencampuri kedaulatan negara yang dibantu . Radelet dan Sachs secara gamblang
mentakan bahwa bantuan IMF kepada tiga negara Asia (Thailand, Korea dan
Indonesia) telah gagal. Setelah melihat program penyelematan IMF di ketiga negara
tersebut, timbul kesan yang kuat bahwa IMF sesungguhnya tidak menguasai permasalahan
dari timbulnya krisis, sehingga tidak bisa keluar dengan program penyelamatan
yang tepat.
Salah satu pemecahan standar IMF adalah menuntut
adanya surplus dalam anggaran belanja negara, padahal dalam hal Indonesia
anggaran belanja negara sampai dengan tahun anggaran 1996/1997 hampir selalu
surplus, meskipun surplus 12 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 ini
ditutup oleh bantuan luar negeri resmi pemerintah. Adalah kebijakan dari Orde
Baru untuk menjaga keseimbangan dalam anggaran belanja negara, dan prinsip ini
terus dipegang. Selama ini tidak ada pencetakan uang secara besar-besaran untuk
menutup anggaran belanja negara yang defisit, dan tidak ada tingkat inflasi
yang melebihi 10%. Memang dalam anggaran belanja negara tahun 1998/1999
terdapat defisit anggaran yang besar, namun ini bukan disebabkan karena
kebijakan deficit financing dari pemerintah, tetapi oleh karena nilai tukar
rupiah yang terpuruk terhadap dollar AS.
Semakin jatuh nilai tukar rupiah, semakin besar
defisit yang terjadi dalam anggaran belanja. Karena itu pemecahan utamanya
adalah bagaimana mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar. J.
Stiglitz, pemimpin ekonom Bank Dunia, mengkritik bahwa prakondisi IMF yang teramat
ketat terhadap negara-negara Asia di tengah krisis yang berkepanjangan
berpotensi menyebabkan resesi yang berkepanjangan. Kemudian berlakunya praktek
apa yang dinamakan “konsensus Washington”, yaitu negara pengutang lazimnya
harus mendapatkan restu pendanaan dari pemerintah AS, yang pada dasarnya hanya
memperluas kesempatan ekonomi AS. (Kompas, 13 Mei 1998). Kabar terakhir
menyebutkan bahwa pencairan bantuan tahap ketiga awal Juni ni akan tertunda
lagi atas desakan pemerintah AS yang dikaitkan dengan perkembangan reformasi
politik di Indonesia, dan ini akan menunda cairnya bantuan dari sumber-sumber
lain . Anwar Nasution mengkritik bahwa reformasi ekonomi yang disarankan IMF
bentuknya masih samar-samar.
Tidak ada penjelasan rinci, bagaimana caranya untuk
meningkatkan penerimaan pemerintah dan mengurangi pengeluaran pemerintah untuk
mencapai sasaran surplus anggaran sebesar 1% dari PDB dalam tahun fiskal
1998/99, dan bagaimana ingin dicapai sasaran pertumbuhan ekonomi sebesar 3%.
Harapan satu-satunya adalah peningkatan ekspor non-migas, namun kelemahan utama
dari IMF adalah tidak ada program yang jelas untuk meningkatkan efisiensi dan
menurunkan biaya produksi untuk mendorong ekspor non-migas. Penasehat khusus IMF
untuk Indonesia sendiri juga dikutip
sebagai mengatakan bahwa “IMF kerap menerapkan standar ganda dalam pengambilan
keputusan. Di satu pihak, perwakilan IMF mewakili negara dan pemerintahan
dengan kebijakan dan visi politik masing-masing, sementara keputusan yang diambil
harus mengacu pada fakta konkret ekonomi. Karenanya, ada saja peluang bahwa
tudingan atas pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia yang makin marak
belakangan ini, menjadi hal yang disoroti Dewan Direktur IMF dalam pengambilan
keputusannya pekan depan”. Demikian pun halnya dengan Bank Dunia. (Kompas, 2
Mei 1998).
Sri Mulyani mengemukakan, bahwa di bidang
kebijaksanaan makro IMF tidak memperlihatkan adanya konsistensi antarinstrumen
kebijaksanaan. Di satu pihak IMF Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak,
Peran IMF dan Saran memberikan kelenturan dengan mengizinkan dipertahankannya
subsidi dan menyediakandana untuk menciptakan jaringan keselamatan sosial,
sedang di lain pihak menganut kebijaksanaan moneter yang kontraktif. Kedua kebijaksanaan
ini bisa memandulkan efektivitas kebijaksanaan makro, terutama dalam rangka
stabilitas nilai tukar dan inflasi. “Secara makro ancaman kegagalan terbesar
kesepakatan ketiga ini berasal dari kebijaksanaan moneter yang masih ambivalen,
karena keharusan BI melakukan fungsilender of last resort bagi perbankan
nasional, yang bertentangan dengan tema pengetatan, juga ketidak sejalanan
kebijaksanaan moneter dan fiskal”.
Saran IMF menutup
sejumlah bank yang bermasalah untuk menyehatkan sistim perbankan Indonesia pada
dasarnya adalah tepat, karena cara pengelolaan bank yang amburadul dan tidak
mengikuti peraturan, namun dampak psikologisnya dari tindakan ini tidak
diperhitungkan. Masyarakat kehilangan kepercayaan kepada otoritas moneter, Bank
Indonesia dan perbankan nasional, sehingga memperparah keadaan dan masyarakat beramai-ramai
memindahkan dananya dalam jumlah besar ke bank-bank asing dan pemerintah atau
ditaruh di rumah, yang menimbulkan krisis likuiditas perbankan nasional yang
gawat. Hal ini juga diakui oleh IMF . Pertanyaan mendasar yang harus ditujukan
kepada IMF menurut penulis adalah sejauh mana IMF bersungguh-sungguh dalam hal
membantu mengatasi krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia dewasa ini?
Apakah sama seperti kesungguhan Amerika Serikat ketika membantu Meksiko
bersama-sama dengan IMF dan negara-negara maju lainnya yang berhasil menggalang
sebesar hampir US$ 48 milyar Januari 1995? Setelah mencapai titik terendah
tahun 1995, perekonomian Meksiko dengan cepat pada tahun 1996 dapat bangkit
kembali.
Rencana IMF untuk mencairkan bantuannya secara
bertahap dalam jarak waktu yang cukup jauh menunjukkan bahwa IMF menekan
Indonesia untuk menjalankan programnya secara ketat dan membiarkan keadaan
ekonomi Indonesia terus merosot menuju resesi yang berkepanjangan. Dengan menahan
pencairan bantuan tahap kedua dan setelah diundur, hanya dicicil US$ 1 milyar
dari jumlah US$ 3 milyar, ditambah jarak yang cukup lama antara paket bantuan
pertama dan kedua, menyulitkan pemulihan ekonomi Indonesia secara cepat,
menghilangkan kepercayaan terhadap rupiah, bahkan memperparah keadaan. Karena
badan internasional lain dan negara-negara sahabat yang menjanjikan bantuan
juga menunggu signal dari IMF, berhubung semua bantuan tambahan yang besarnya
mencapai US$ 27 milyar dikaitkan dengan cairnya bantuan IMF.
Di lain pihak,
kita juga perlu berterima kasih kepada IMF karena dengan menunda mencairkan bantuannya,
IMF sedikit banyak mempunyai andil dalam perjuangan menggulirkan tuntutan reformasi
politik, ekonomi dan hukum di Indonesia yang pada akhirnya bermuara pada mundurnya
Presiden Soeharto. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret 1999 Saran IMF
untuk menstabilkan nilai tukar adalah dengan menerapkan kebijakan uang ketat,
menaikkan suku bunga dan mengembalikan kepercayaan terhadap kebijakan
ekonomi,dari waktu ke waktu mengadakan intervensi terbatas di pasar valas
dengan petunjuk IMF. Sayangnyatidak ada program khusus yang secara langsung ditujukan
untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah, juga tidak ada Appendix untuk masalah
ini. IMF tidak memecahkan permasalahan yang utama dan yang paling mendesak
secara langsung.
IMF bisa saja terlebih dahulu mengambil kebijakan
memprioritaskan stabilisasi nilai tukar rupiah, kalau mau, dengan mencairkan
dana bantuan yang relatif besar pada bulan November lalu, yang didukung oleh
bantuan dana dari World Bank, Asian Development Bank dan negara-negara sahabat.
Dengan demikian timbulnya krisis kepercayaan yang berkepanjangan dapat dicegah.
IMF sendiri tampaknya tidak tahu apa yang harus dilakukannya dan berputarputar pada
kebijakan surplus anggaran, uang ketat, tingkat bunga tinggi, pembenahan sektor
riil yang memang perlu dan sudah sangat mendesak, dan titipan-titipan khusus
dari negaranegaramaju yaitu membuka peluang investasi yang seluas-luasnya bagi
mereka dengan menggunakan kesempatan dalam kesempitan Indonesia.Di lain pihak
memang harus diakui bahwa tekanan ini perlu untuk memastikankesungguhan Indonesia,
karena untuk beberapa tindakan memang ada tanda-tandakekurang sungguhan di
pihak Indonesia.
Tidak adanya program dari IMF yang jelas dan berjangka
pendek untuk mengembalikan nilai tukar rupiah ke tingkat yang wajar dan menstabilkannya
membuat pemerintah cukup lama terombang-ambing antara memilih program IMF atau
currency board system, yang justru menjanjikan kepastian dan kestabilan nilai
tukar pada tingkat yang wajar. Krisis ekonomi yang tengah berlangsung ini memang
bukan tanggung-jawab IMF dan tidak bisa dipecahkan oleh IMF sendiri. Namun kekurangan
yang paling utama dari IMF adalah bahwa IMF dalam program bantuannya tidak
mencari pemecahan terhadap masalah yang pokok dan sangat mendesak ini dan
berputar-putar pada reformasi struktural yang dampaknya jangka panjang. Bila
semua kekuatan bantuan ini dikumpulkan sekaligus secara dini, maka hal ini
dengan cepat akan memulihkan kembali kepercayaan masyarakat dalam negeri dan
internasional. Namun bantuan dana IMF dan ketergantungan harapan
pada IMF ini disalahgunakan untuk menekan pemerintah
Indonesia untuk melaksanakan reformasi struktural secara besar-besaran.
Ibaratnya orang yang sudah hampir tenggelam diombang-ambing ombak laut tidak
segera ditolong dengan dilempari pelampung, tapi disuruh belajar berenang
dahulu. Reformasi struktural sebagaimana yang dianjurkan oleh IMF memang
mendasar dan penting, tetapi dampak hasilnya baru bisa dirasakan dalam jangka
panjang, sementara pemecahan masalahnya sudah sangat mendesak, di mana makin
ditunda makin banyak Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan
Saran perusahaan yang jatuh bergelimpangan. Banyak perusahaan yang mengandalkan
pasaran dalam negeri tidak bisa menjual barang hasil produksinya karena
perusahaan-perusahaan ini umumnya memiliki kandungan impor yang tinggi dan
harga jualnya menjadi tidak terjangkau dengan semakin jatuhnya nilai tukar
rupiah. Jadi, utang luar negeri swasta dan nilai tukar rupiah yang merosot jauh
dari nilai riilnya adalah masalah-masalah dasar jangka pendek, yang lama tidak
disinggung oleh IMF.
Di sini timbul keragu-raguan akan kemurnian kebijakan
reformasi IMF, sehingga timbul teka-teki, apakah IMF benar-benar tidak melihat inti
permasalahannya atau berpura-pura tidak tahu? Atau IMF mengambil kesempatan dalam
kesempitan untuk memaksakan perubahan-perubahan yang sudah lama menjadi duri di
matanya dan bagi Bank Dunia serta mewakili kepentingan-kepentingan asing? Tampaknya
di balik anjuran program pemulihan kegiatan ekonomi ada titipan-titipan politik
dan ekonomi dari negara-negara besar tertentu. Program reformasi IMF secara
mencurigakan mengulang kembali tuntutan-tuntutan deregulasi ekonomi yang sudah
sejak bertahun-tahun didengungkan oleh Bank Dunia dan belum sepenuhnya
dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Permintaan IMF untuk menghentikan
dengan segera perlakuan pembebasan pajak dan kemudahan kredit untuk proyek
mobil nasional dan IPTN adalah tepat, karena dalam jangka pendek proyek ini
akan mengacaukan kebijakan pemerintah di bidang fiskal, anggaran dan moneter
secara berarti. Juga saran IMF untuk menghapuskan subsidi BBM dan listrik yang
kian membesar secara bertahap dalam jangka waktu tiga tahun sudah benar.
Subsidi listrik relatif lebih mudah untuk dihapuskan,
yakni melalui subsidi silang sehingga masyarakat berpenghasilan rendah tetap
dikenakan tarif listrik yang murah dan melalui peningkatan efisiensi, misalnya
penagihan yang lebih efektif. Namun penurunan subsidi BBM dan listrik oleh
pemerintah secara drastis dan mendadak pada tanggal 4 Mei1998 yang lalu
mempunyai dampak yang sangat luas terhadap perekonomian rakyat kecil,meskipun
kepentingan rakyat kecil sangat diperhatikan dengan adanya jaringan keselamatan
sosial. Tindakan drastis ini sedikit-banyak telah membantu memicu terjadinya kerusuhan-kerusuhan
sosial dan politik. Yang menjadi pertanyaan di sini adalah, apakah pemerintah
tidak bisa menunda kenaikan BBM dan listrik untuk beberapa bulan, menunggu keresahan
masyarakat reda? Di sini pemerintah salah membaca isi dari kesepakatan dengan IMF,
karena IMF menganjurkan penghapusan subsidi secara bertahap dan tidak secara mendadak.
Dalam suplemen program IMF April 1998 disebutkan
bahwa subsidi masih bisa diberikan kepada beberapa jenis barang yang banyak
dikonsumsi oleh penduduk berpenghasilan rendah seperti bahan makanan, BBM dan listrik.
Dalam situasi sekarang hampir tidak ada peluang untuk meningkatkan pajak. Baru
pada tanggal 1 Oktober 1998 direncanakan subsidi akan diturunkan secara berarti.
Subsidi untuk bahan pangan, BBM dan listrik sudah diperhitungkan dan dinaikkan
dalam anggaran pemerintah . Membengkaknya subsidi ini disebabkan Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Maret
1999 oleh beberapa faktor, seperti kinerja yang kurang efisien, tagihan listrik
dalam jumlah besar yang tidak dibayar, tetapi sebab utama karena merosotnya nilai
tukar rupiah. Jadi tindakan yang pokok adalah pertama mengembalikan dulu nilai
rupiah ke tingkat yang wajar dan dari sini baru menghitung besarnya subsidi.
Tidak bisa biaya produksi dihitung atas dasar nilai
tukar dengan dollar AS yang masih relatif tinggi lalu dibebankan kepada
konsumen, sementara pendapatan masyarakat adalah dalam rupiah yang tidak
berubah sejak sebelum terjadinya krisis moneter, kalau tidak menurun dan banyaknya
PHK. Keadaan ini tidak sebanding, kita harus melihat sebab-sebab lain di balik
kenaikan biaya produksi. Halnya akan lain, bila pendapatan masyarakat dalam
rupiah juga ikut naik dua atau tiga kali lipat sesuai dengan kenaikan nilai
tukar dollar AS, seperti orang asing yang tinggal di Indonesia misalnya.
Dalam kaitan ini perlu dipertanyakan, siapa yang
menjadi penyebab dari terjadinya krisis yang berkepanjangan ini, sehingga nilai
tukar valas naik sangat tinggi dan siapa yang menarik keuntungan dari krisis
ini? Janganlah rakyat banyak diminta untuk berkorban mengatasi krisis ini atau
membebankan di atas penderitaan rakyat dengan misalnya menaikkan harga BBM dan
tarif listrik. Di antara saran-saran IMF juga ada yang mengenai perluasan
penyertaan modal asing dalam kegiatan ekonomi Indonesia yang terlalu jauh. Modal
asing sudah diberi peluang yang cukup besar untuk investasi di Indonesia dengan
diperbolehkannya kepemilikan hingga 100% baik untuk pendirian PMA, bank asing
maupun penguasaan saham dari perusahaan-perusahaan yang telah go public,
kecuali saham bank nasional yang go public.
Meskipun
demikian IMF masih meminta dihapuskannya larangan membuka cabang bagi bank
asing, izin investasi di bidang perdagangan besar dan eceran, dan liberalisasai
perdagangan yang jauh lebih liberal dari komitmen resmi pemerintah di forum
WTO, AFTA dan APEC. Masalahnya bukan sentimen nasionalisme, tetapi apa
sumbangan dari keterbukaan ini terhadap restrukturisasi ekonomi dari program
IMF, stabilisasi ekonomi dan moneter, dan apa sumbangannya terhadap pemasukan
modal asing? Bukan masalah anti asing atau sentimen nasionalisme yang sempit,
tetapi apa salahnya bila pemerintah menyisakan bidang kegiatan untuk pengusaha
Indonesia, terutama yang bermodal kecil?Apa permintaan IMF ini tidak terlalu
jauh? Kedengarannya seperti IMF menerima titipan pesan sponsor dari
negara-negara besar yang ingin memaksakan kepentingannya dengan menggunakan
kesempatan dalam kesempitan.
Saran IMF lainnya yang disisipkan dalam persetujuan
dan tidak ada kaitannya denganprogram stabilisasi ekonomi dan moneter adalah
desakannya untuk menyusun Undang-Undang Lingkungan Hidup yang baru . Ikut
campurnya IMF dalam penyelesaian utang swasta adalah sangat baik, karena IMF
sebagai lembaga yang disegani bisa banyak membantu memulihkan kepercayaan
kreditor Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran luar
negeri, yang akan memperlancar dan mempercepat proses penyelesaian utang. IMF bisa
bertindak sebagai perantara yang netral dan dipercaya.
D.
DAMPAK TERJADINYA KRISIS EKONOMI GLOBAL BAGI INDONESIA
Krisis ekonomi yang sedang
dialami oleh beberapa negara besar di dunia diantaranya AS secara tidak
langsung mempengaruhi perekonomian di Indonesia.Maka dari itu pemerintah harus waspada dan
antisipatif, karena resesi ekonomi AS kemungkinan semakin parah sehingga bisa
berdampak hebat terhadap kehidupan ekonomi di dalam negeri. Krisis ekonomi
global bisa diumpamakan sebagai deretan kartu domino yang diatur sejajar,jika
pemain utamanya terjatuh maka akan membawa dampak buruk terhadap yang lainnya
(efek domino). Celakanya, kalau negara-negara berkembang yang terkena krisis
ekonomi, lembaga-lembaga keuangan internasional cenderung lepas tangan.
Akibatnya, krisis yang terjadi bisa sangat parah dan potensial mengimbas ke
wilayah lain.
Warung-warung di pelosok
Jakarta kini bertumbangan ke jurang kebangkrutan. Itu sebagai bukti bahwa
rakyat kebanyakan sudah tak berbelanja lagi. Sementara lapisan atas justru
berbelanja keperluan sehari-hari ke pasar-pasar modern milik pengusaha besar.
Ini menyebabkan kefailitan raksasa bagi dunia bisnis. Saat ini dampak resesi ekonomi
global yang paling dirasakan adalah pada masyarakat menengah ke atas, terlebih
mereka yang bermain saham, valuta asing dan investasi emas. Dari pantauan media di sejumlah pasar di tanah air, sejak BEJ
(Bursa Efek Jakarta) melakukan suspend pada Jum’at (10/10/11) , harga
bahan-bahan pangan mulai merangkak naik. Jika sudah begini, masyarakat bawah
yang paling merasakan dampaknya.
Selain itu, kenaikan harga
bahan baku di sektor properti akibat pengaruh krisis ekonomi global, sangat
mungkin terjadi. Seperti di kutip dari Antara.co.id, Wakil Ketua DPD Real Estate
Indonesia (REI) Jawa Tengah, Adib Adjiputra, di Solo, beberapa waktu lalu
mengatakan, harga bahan baku yang diproduksi di dalam negeri maupun luar
negeri, berpotensi terpengaruh oleh krisis ekonomi ini. Harga bahan baku seperti besi,
keramik, semen dan sejumlah aksesori rumah lainnya yang berasal dari industri
manufaktur, kata dia, sangat rentan mengalami kenaikan.
Kenaikan bahan baku akibat
dampak krisis ekonomi ini akan semakin menyulitkan sektor properti, setelah
sebelumnya juga diterpa kenaikan harga bahan baku akibat kenaikan bahan bakar
minyak (BBM).
Selain
memberi dampak negatif, krisis ekonomi juga membawa dampak positif. Secara umum
impor barang, termasuk impor buah menurun tajam, perjalanan ke luar negeri dan
pengiriman anak sekolah ke luar negeri,kebalikannya arus masuk turis asing akan
lebih besar, meningkatkan ekspor khususnya di bidang pertanian, proteksi
industri dalam negeri meningkat, dan adanya perbaikan dalam neraca berjalan.
Krisis ekonomi juga menciptakan suatu peluang besar bagi Unit Kecil Menengah
(UKM) dan Industri Skala Kecil (ISK), yakni pertumbuhan jumlah unit
usaha,jumlah pekerja atau pengusaha, munculnya tawaran dari IMB untuk melakukan
mitra usaha dengan ISK, peningkatan ekspor, dan peningkatan pendapatan untuk
kelompok menengah ke bawah.Namun secara keseluruhan, dampak negatif dari
jatuhnya nilai tukar rupiah masih lebih besar dari dampak positifnya
E. BEBERAPA SOLUSI MENGATASI
KRISIS EKONOMI GLOBAL OLEH PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
Presiden menegaskan 10 langkah yang harus ditempuh semua pihak untuk menghadapi
krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat (AS), sehingga tidak berdampak
buruk terhadap pembangunan nasional.
1. Presiden mengajak semua pihak
dalam menghadapi krisis global harus terus memupuk rasa optimisme dan saling
bekerjasama sehingga bisa tetap menjagar kepercayaan masyarakat.
2. Pertumbuhan ekonomi sebesar
enam persen harus terus dipertahankan antara lain dengan terus mencari peluang
ekspor dan investasi serta mengembangkan perekonomian domestik.
3. Optimalisasi APBN 2009 untuk
terus memacu pertumbuhan dengan tetap memperhatikan `social safety net` dengan
sejumlah hal yang harus diperhatikan yaitu infrastruktur, alokasi penanganan
kemiskinan, ketersediaan listrik serta pangan dan BBM.Untuk itu perlu dilakukan
efisiensi penggunaan anggaran APBN maupun APBD khususnya untuk peruntukan
konsumtif.
4. Ajakan pada kalangan dunia
usaha untuk tetap mendorong sektor riil dapat bergerak. Bila itu dapat
dilakukan maka pajak dan penerimaan negara bisa terjaga dan juga tenaga kerja
dapat terjaga. Sementara Bank Indonesia dan perbankan nasional harus membangun
sistem agar kredit bisa mendorong sektor riil. Di samping itu, masih menurut
Kepala Negara, pemerintah akan menjalankan kewajibannya untuk memberikan
insentif dan kemudahan secara proporsional.
5. Semua pihak lebih kreatif
menangkap peluang di masa krisis antara lain dengan mengembangkan pasar di
negara-negara tetangga di kawasan Asia yang tidak secara langsung terkena
pengaruh krisis keuangan AS.
6. Menggalakkan kembali penggunaan
produk dalam negeri sehingga pasar domestik akan bertambah kuat.
7. Perlunya penguatan kerjasama
lintas sektor antara pemerintah, Bank Indonesia, dunia perbankan serta sektor
swasta.
8. Semua kalangan diharapkan untuk
menghindari sikap ego-sentris dan memandang remeh masalah yang dihadapi.
9. Mengingat tahun 2009 merupakan
tahun politik dan tahun pemilu, kaitannya dengan upaya menghadapi krisis
keuangan AS adalah memiliki pandangan politik yang non partisan, serta
mengedepankan kepentingan rakyat di atas kepentingan golongan maupun pribadi
termasuk dalam kebijakan-kebijakan politik.
10. Presiden meminta semua pihak
melakukan komunikasi yang tepat dan baik pada masyarakat. Tak hanya pemerintah
dan kalangan pengusaha, serta perbankan, Kepala Negara juga memandang peran
pers dalam hal ini sangat penting karena memiliki akses informasi pada
masyarakat.
Prospek Ekonomi Indonesia
Prospek
ekonomi untuk beberapa tahun mendatang adalah kurang cerah dan akanditandai
oleh pertumbuhan ekonomi yang negatif. Menurut perkiraan IMF pada bulan Maret 1999
lalu, pertumbuhan GDP nyata Indonesia pada tahun 1998/9 diperkirakan akan
negatif sebesar 16%, dan tingkat inflasi sekitar 66%. Keadaan ekonomi yang
sangat parah ini diperkirakan pada bulan-bulan mendatang masih akan berlangsung
terus, karena krisis belum juga menyentuh dasar jurang. Berapa lama krisis ekonomi
ini masih akan berlangsung, sulit untuk diramalkan karena tergantung pada
banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah bantuan IMF dan donor-donor
lainnya yang segera, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS pada
tingkat yang wajar, pulihnya kepercayaan investor dalam dan luar negeri, keamanan
yang mantap, suasana politik dan sosial yang stabil. Tapi sekali krisis
berakhir dan ekonomi berbalik bangkit kembali (rebound), maka perbaikan ini
diperkirakan akan berlangsung relatif cepat. Karena prasarana dasar untuk pembangunan
sudah tersedia, tenaga terlatih, pabrik, mesin-mesin sudah ada, sehingga yang
diperlukan adalah pulihnya kepercayaan dan masuknya modal baru.
PERKENOMIAN
INDONESIA DI ERA JOKOWI-JK
Tantangan yang dihadapi Presiden terpilih Joko
Widodo alias Jokowi di bidang ekonomi tidak mudah. Jika pemerintahan Jokowi mau
memenuhi janjinya kepada rakyat Indonesia yang telah menaruh kepercayaan besar
pada dirinya, maka dia harus membuat terobosan penting. Sejumlah agenda
reformasi di bidang ekonomi sudah menunggu. Yang ditunggu oleh publik bukan
sekedar apa daftar niat baik yang mau dilakukan pemerintah Jokowi, tetapi
bagaimana dia akan melakukannya. Beberapa hari sebelum
pelantikan Jokowi-JK, Komite Ekonomi Nasional (KEN) melansir tantangan yang
akan dihadapi pemerintahan mendatang. Raden Pardede, Wakil Ketua KEN, menyebut
tiga tantangan besar perekonomian yang
akan dihadapi, dan harus diantisipasi pemerintah.
Tantangan pertama adalah perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang berakibat pada naiknya suku bunga negara tersebut.
Tantangan pertama adalah perbaikan ekonomi Amerika Serikat yang berakibat pada naiknya suku bunga negara tersebut.
Perbaikan ekonomi Negara Paman Sam mempengaruhi nilai tukar dolar
terhadap rupiah, dan berimbas pada banyak aspek finansial di Indonesia.
Tantangan kedua perekonomian global yang bisa semakin melemah. Tantangan ketiga
adalah tekanan inflasi jika kenaikan harga minyak benar-benar dijalankan.
Raden menjelaskan, jika the Fed menaikkan suku bunga agresif dalam waktu dekat, perekonomian Indonesia akan sangat terpukul karena tengah mengalami twin deficit(transaksi berjalan dan APBN). Kenaikan suku bunga the Fed diperkirakan akan menimbulkan arus modal yang terhenti atau malah berbalik arah. Peristiwa tersebut akan berbahaya padalikuiditas dan cadangan devisa dalam negeri, karena Indonesia membutuhkan likuiditas besar untuk menyeimbangkan kedua defisit.
“Rupiah juga akan tertekan dengan semakin menguatnya dollar Amerika Serikat. Dan hal-hal tersebut akan semakin menekan transaksi berjalan di tahun depan,” ujar Raden. Sebagai risiko yang sangat berbahaya, lanjut Raden, kenaikan suku bunga the Fed patut diantisipasi dengan kebijakan yang komprehensif.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diperkirakan akan membawa tekanan inflasi. Tetapi, tinggi rendahnya inflasi dan gejolak di masyarakat menjadi pertanyaan lebih lanjut. Keadaan politik yang tidak ramah membuat peristiwa ini akan memberikan goncangan sendiri.
Untuk menghadapi tantangan ini pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang agresif. Tetapi sebelum kebijakan terbit, pemerintah perlu mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat goncangan ekonomi dari faktor eksogen dan menentukan target dari kebijakan yang akan dilakukan untuk merespon goncangan yang datang. Juga perlu menggerakkan segala instrumen ekonomi sesuai target yang diinginkan untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak yang akan terjadi akibat goncangan ekonomi.
Pemerintah juga perlu melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi pada 2014. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan mempunyai ruang fiskal yang lebih besar untuk kemudian dialokasikan kepada belanja infastruktur publik serta belanja jaring pengaman sosial. “Juga membangun infrastruktur dan sistem logistik yang efisien,”
Mantan Menteri Koordinator dan Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, ekonomi Indonesia dua tahun ke depan menjadi tantangan bagi pemerintahan era Jokowi-JK. Persoalan ekonomi yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru cukup rumit seperti defisit neraca transaksi berjalan, subsidi yang berlebihan, dilema menaikkan harga BBM dengan dampak meningaktnya inflasi, dan angka kemiskinan yang naik. “Dua tahun ke depan memang tantangan, tapi saya optimis,” kata Chairul.
Ekonomi Indonesia, kata dia, membutuhkan suasana yang kondusif untuk dapat bergerak sesuai tujuan. Saling gotong royong karena Indonesia terlalu kompleks untuk dikelola oleh satu kelompok saja. “Untuk itu saya ingin mengetuk hati para pemimpin bangsa untuk duduk bersama-sama dan bekerja keras untuk kepentingan bangsa,” pungkas Ketua KEN ini.
Raden menjelaskan, jika the Fed menaikkan suku bunga agresif dalam waktu dekat, perekonomian Indonesia akan sangat terpukul karena tengah mengalami twin deficit(transaksi berjalan dan APBN). Kenaikan suku bunga the Fed diperkirakan akan menimbulkan arus modal yang terhenti atau malah berbalik arah. Peristiwa tersebut akan berbahaya padalikuiditas dan cadangan devisa dalam negeri, karena Indonesia membutuhkan likuiditas besar untuk menyeimbangkan kedua defisit.
“Rupiah juga akan tertekan dengan semakin menguatnya dollar Amerika Serikat. Dan hal-hal tersebut akan semakin menekan transaksi berjalan di tahun depan,” ujar Raden. Sebagai risiko yang sangat berbahaya, lanjut Raden, kenaikan suku bunga the Fed patut diantisipasi dengan kebijakan yang komprehensif.
Dari dalam negeri, rencana pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) diperkirakan akan membawa tekanan inflasi. Tetapi, tinggi rendahnya inflasi dan gejolak di masyarakat menjadi pertanyaan lebih lanjut. Keadaan politik yang tidak ramah membuat peristiwa ini akan memberikan goncangan sendiri.
Untuk menghadapi tantangan ini pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan yang agresif. Tetapi sebelum kebijakan terbit, pemerintah perlu mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat goncangan ekonomi dari faktor eksogen dan menentukan target dari kebijakan yang akan dilakukan untuk merespon goncangan yang datang. Juga perlu menggerakkan segala instrumen ekonomi sesuai target yang diinginkan untuk mengatasi dan mengantisipasi dampak yang akan terjadi akibat goncangan ekonomi.
Pemerintah juga perlu melakukan pemotongan dan realokasi subsidi energi pada 2014. Melalui kebijakan ini, pemerintah akan mempunyai ruang fiskal yang lebih besar untuk kemudian dialokasikan kepada belanja infastruktur publik serta belanja jaring pengaman sosial. “Juga membangun infrastruktur dan sistem logistik yang efisien,”
Mantan Menteri Koordinator dan Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan, ekonomi Indonesia dua tahun ke depan menjadi tantangan bagi pemerintahan era Jokowi-JK. Persoalan ekonomi yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru cukup rumit seperti defisit neraca transaksi berjalan, subsidi yang berlebihan, dilema menaikkan harga BBM dengan dampak meningaktnya inflasi, dan angka kemiskinan yang naik. “Dua tahun ke depan memang tantangan, tapi saya optimis,” kata Chairul.
Ekonomi Indonesia, kata dia, membutuhkan suasana yang kondusif untuk dapat bergerak sesuai tujuan. Saling gotong royong karena Indonesia terlalu kompleks untuk dikelola oleh satu kelompok saja. “Untuk itu saya ingin mengetuk hati para pemimpin bangsa untuk duduk bersama-sama dan bekerja keras untuk kepentingan bangsa,” pungkas Ketua KEN ini.
Selain
itu, Para
pengamat ekonomi mengatakan bahwa di tingkat global, saat ini ada kecenderungan
pertumbuhan ekonomi sejumlah negara di Eropa berada di bawah perkiraan Bank
Sentral Eropa (ECB). Bahkan, secara rata-rata pertumbuhan PDB di kawasan Eropa
diperkirakan hanya mencapai 0.1 persen pada kuartal kedua, yang berati lebih
rendah dari kuartal pertama sebesar 0,2 persen.
Lebih lanjut dikatakan, ekonomi Jerman berkontraksi
0.2 persen, Perancis melaporkan stagnasi pertumbuhan dengan ancaman defisit di
atas 4 persen, sementara Italia kembali meneruskan tren kontraksi mengarah ke
resesi yang telah dialami dalam beberapa kuartal terakhir. Adapun di Eropa
Timur khususnya Polandia, Ceko, dan Rumania juga menunjukkan
perlambatan. Bahkan ekonomi Rumania dilaporkan berkontraksi 1 persen pada
kuartal 2/2014.
Kondisi di atas juga diperburuk oleh
situasi politik Zona Euro dengan kian memburuknya perseteruan Rusia dan Ukraina.
Hal ini yang menyebabkan potensi terhentinya bantuan Internasional ke kawasan
ini.
Tercatat juga, indeks kepercayaan konsumen
di 18 negara yang tergabung dalam Zona Euro juga mengalami pertumbuhan negatif
yang semakin dalam. Pada bulan Agustus 2014, indeks kepercayaan konsumen
terus merosot hingga minus 10 persen dari posisi Juli 2014 yang mencapai minus
8,4.
Karena itu bisa kita pahami jika Bank
Sentral Eropa (ECB) pada Juli lalu mengumumkan, kawasan Zona Euro kembali
dibayang-bayangi risiko deflasi yang berpotensi menjerumuskan ekonomi kawasan
tersebut. Bahkan ECB telah melaporkan inflasi yang sangat rendah bulan Juli
lalu di level 0.4 persen, yang merupakan inflasi terlambat sejak tahun 2009.
Inilah situasi ekonomi global yang tidak
ringan yang akan dihadapi pemerintahan presiden Jokowi. Maka dia sangat perlu
untuk mempersiapkan secara hati-hati kabinetnya yang menyangkut bidang ekonomi
beserta kebijakannya.
Beberapa masalah yang di
hadapi Indonesia pada era pemerintahan jokowi-jusuf kalla :
1. Inflasi
Tingkat inflasi pada November sebesar
1,5%.Itu merupakan inflasi terbesar di 2014 akibat kenaikan harga BBM subsidi.
Meskipun demikian, inflasi 2014 diprediksi hanya sekitar 7,3%-8,1%. Angka
tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan inflasi 2013 yaitu 8,38%. Hal
itu terjadi karena data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan inflasi
year-on-year November 2014 terhadap November 2013 hanya 6,23%. Jadi
diperkirakan, peningkatan inflasi tidak akan bertahan lama yaitu hanya sekitar
3-6 bulan sejak kenaikan harga BBM.
Pihak yang paling terkena dampak inflasi ialah orang miskin dan orang hampir miskin. Hal itu disebabkan pengeluaran keluarga miskin sekitar 67% untuk kebutuhan pangan jika dibandingkan dengan rata-rata pada umumnya hanya 49%. Jadi kalau harga pangan meningkat, kesejahteraan keluarga miskin akan turun. Karenanya pemerintah menyediakan BLT (bantuan langsung tunai) sebesar Rp 400 ribu untuk dua bulan bagi keluarga miskin.
Pihak yang paling terkena dampak inflasi ialah orang miskin dan orang hampir miskin. Hal itu disebabkan pengeluaran keluarga miskin sekitar 67% untuk kebutuhan pangan jika dibandingkan dengan rata-rata pada umumnya hanya 49%. Jadi kalau harga pangan meningkat, kesejahteraan keluarga miskin akan turun. Karenanya pemerintah menyediakan BLT (bantuan langsung tunai) sebesar Rp 400 ribu untuk dua bulan bagi keluarga miskin.
2. Nilai tukar rupiah
Nilai
tukar rupiah masih melemah sejak awal pekan dan kini tengah mendekati level
13.000 per dolar AS. Penguatan dolar yang kembali terjadi mengikis sentimen
positif rupiah dari surplus neraca perdagangan pada Maret. Kurs referensi
Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, Rabu (22/4/2015) menunjukkan nilai tukar rupiah
mengalami koreksi 10 poin ke level 12.952 per dolar AS. Rupiah tampak
melanjutkan pelemahannya sejak awal pekan lalu dari level 12.875 per dolar
AS.Sementara itu, data valuta asing Bloomberg, mencatat nilai tukar rupiah
melemah 0,25 persen ke level 12.922 per dolar AS pada perdagangan pukul 11.05
waktu Jakarta. Nilai tukar rupiah sempat melemah lebih parah hingga ke level
12.966 per dolar AS.
Masih aktif
berfluktuasi, hingga pertengahan hari ini, nilai tukar rupiah masih berkutat di
kisaran 12.913- 12.966 per dolar AS.
Pelemahan rupiah sejak
awal pekan juga dialami serentak oleh mata uang lain di Asia. Itu lantaran
dolar AS yang terus menguat karena mendapatkan momentem dari peningkatan angka
inflasi yang keluar dari zona negatif.
"Surplus neraca
perdagangan yang dicapai pada Maret belum mampu menahan penguatan rupiah untuk
jangka waktu lebih panjang," tutur ekonom PT samuel Sekuritas Indonesia,
Rangga Cipta.
Dia memprediksi, hari
ini rupiah akan melanjutkan pelemahan, sebagian besar akibat sentimen eksternal.
3. Naik turun nya harga bbm di indonesia
Belakangan ini harga bbm di indonesia
mengalami fruktuasi yaitu naik dan turun nya harga. Hal ini membuat masyarakat
bingung. Salah satunya, faktor dari naik turunya harga minyak dunia. Harga minyak
dunia, ikut mempengaruhi harga BBM di Indonesia. Sebab, sekitar 70 persen BBM
di Indonesia adalah hasil impor.
Ternyata tak hanya faktor itu saja, masih ada
faktor lainnya. Menurut riset, Indonesia adalah salah negara yang boros dalam
pemakaian subsidi energi, seperti penggunaan BBM. Data lain juga menyebutkan
kalau sekitar 53 persen dari total subsidi BBM sebesar 220 Triliun, dinikmati
oleh pengguna mobil pribadi. Sebenarnya, subsidi itu diperuntukkan bagi
transportasi umum, seperti bus kota dan angkutan umum.
Selain itu, anggaran yang dikeluarkan untuk
subsidi BBM dinilai terlalu besar. Sedangkan, bidang-bidang lainnya seperti
kesehatan, pembangunan infrastruktur (sekolah, rumah sakit, jalan umum,
jembatan, dll), serta pendidikan, juga membutuhkan dana subsidi. Tujuannya
supaya pemerataan di setiap bidang dapat terjadi. Alasan ini juga bisa
mengakibatkan harga BBM naik.
Saat ini harga BBM sudah normal kembali.
Apapun keputusan pemerintah terkait harga BBM, semoga menjadi solusi yang tepat
bagi bangsa Indonesia.
4. Pasar bebas ASEAN
Pasar
Bebas Asean dan Pasar Bebas Asean-China yg memungkinkan intensitas lintas
barang, jasa dan sumber daya manusia semakin tinggi dan persaingan tenaga
kerja menjadi sangat terbuka secara regional / internasional; dengan potensi
aneka masalah, friksi dan konflik. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri
menghadapi pasar bebas tersebut dengan cara memperbaiki dan menggali lagi sumber
daya manusia maupun sumber daya alam supaya dapat bersaing dengan negara asean
lainnya. Permasalahan pada tahun 2014 adalah kesiapan bangsa indonesia
menghadapi pasar bebas asean, Agar tidak banyak SDM indonesia yang menganggur
atau kalah bersaing dengan SDM asing.
Solusi
untuk menghadapi pasar bebas asean:
Ada beberapa hal yang harus mulai
disiapkan oleh para pengusaha di Indonesia untuk menghadapi persaingan di tahun
2015 :
1.
Kesiapan
2015 akan di jelang, pilihan yang ada
untuk para pengusaha adalah siap menghadapi atau tersisih dengan
kompetisi yang ada. Kesiapan juga berbicara mengenai evaluasi-evaluasi terhadap
kemampuan bisnis dan infrastruktur di dalamnya menghadapi persaingan dengan
kompetitor.
2.
Kecepatan
Pengusaha harus semakin cepat belajar. Cepat
dalam beradaptasi dengan perkembangan zaman. Sigap dalam mengambil
keputusan-keputusan strategis dalam bisnis. Cepat dalam menganalisa
peluang-peluang yang ada dan mengambil celah di antara kompetitor.
Jangan
terlalu cepat bersantai dan tenang-tenang karena itu akan membuat Anda
ketinggalan di banding pesaing Anda, apalagi pesaing sekarang juga
bertambah dari negara-negara lain.
3.
Kapasitas
Jika selama ini Anda hanya melayani
kebutuhan-kebutuhan atau order-order kecil, maka Anda harus mempersiapkan
diri dan bisnis untuk pasar yang lebih besar. Persiapkan sistem yang
terstruktur dalam bisnis untuk bisa mengakomodir peluang-peluang besar yang
muncul. Buat standarisasi produk yang memungkinkan Anda memproduksi produk
dalam jumlah besar.
4.
Kompetensi
Pengusaha di tahun
2015 harus siap untuk bernegosiasi ke calon pelanggan yang memiliki bahasa yang
berbeda. Optimalkan kemampuan bahasa inggris Anda. Buatlah website, brosur,company
profile atau kartu nama yang menggunakan bahasa Inggris, sehingga
produk Anda juga bisa dikenal oleh negara lain, bahkan bisa memperluas jaringan
pelanggan Anda.Tenaga penjual dan costumer service di
bisnis Anda juga harus melatih kemampuan bahasa mereka.
5.
Kolaborasi
Perdagangan bebas di 2015 adalah
tantangan kita bersama, oleh karena itu semua pihak harus berjuang bersama
untuk melawan hegemoni produk-produk lintas negara yang akan memonopoli kita.
Jalinlah kerjasama dengan banyak pihak. Ikuti komunitas dan perbesar sinergi,
sadarkan semua orang akan hal ini sehingga semuanya bisa ikut bahu-membahu
menghadapi persaingan ini.
6.
Komitmen
Kunci dari semua hal
di atas adalah adanya komitmen untuk terus mengevaluasi diri. Komitmen untuk
terus meningkatkan kualitas produk dan SDM di dalamnya. Komitmen untuk
beradaptasi dengan perubahan teknologi, penerapan e-commerce.
Peningkatan Mutu SDM dan Prioritas
Industri Padat Karya
Sudah
tentu nasib tenaga kerja Indonesia, terutama kaum buruh nantinya akan terlindas
oleh kebijakan MEA. Untuk itu perlu dari pemerintah memberikan solusi nyata
terhadap keberlangsungan nasib tenaga kerja ini.
Bagi tenaga kerja potensial dan
terbilang masih belum terlambat untuk menyongsong MEA ini, peningkatan mutu SDM
menjadi harga mati, ketertinggalan kita dengan negara lain seperti Singapura
dan Malaysia harus segera dikejar, peningkatan skill terutama mengenai bahasa
inggris yang menjadi faktor determinan nantinya dalam penyeleksian tenaga kerja
oleh perusahaan asing. Pelatihan – pelatihan intensif dan pemberian sertifikasi
tenaga kerja kita menjadi hal yang wajib dilakukan oleh pemerintah kita. Dan
tentu yang tidak kalah penting penerapan program 12 tahun wajib belajar
bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh pendidikan, terutama pendidikan murah
untuk anak buruh yang merupakan bagian dari korban efek hadirnya MEA. Penerapan
kurikulum 2013 yang berbasis kompetensi tentu saja bukan hal yang utama dalam
peningkatan mutu SDM nantinya, tetapi bagaimana implementasi sistem pendidikan
dan penerapannya yang selama ini menjadi carut marut turut menjadi pekerja
rumah pemerintah. Institusi pendidikan sebagai lembaga yang memproduksi SDM
sampai hari ini belum mampu menciptakan SDM yang mempunyai daya saing dengan
SDM di luar. Perlu ada pembenahan disetiap lini pendidikan untuk menciptakan
mutu SDM Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing.
Permasalahan lain akan
dihadapi oleh tenaga kerja yang saat ini menjadi tenaga kerja kasar atau buruh,
sudah tentu di era MEA akan menjadi tumbal pertama bagi perusahaan yang akan
menerapkan pengalihfungsian dari industri padat karya menjadi industri padat
modal. Disini pemerintah sesuai dengan amanat UUD 1945 wajib melindunginya.
Sudah tentu akan terjadi gelombang pengangguran yang cukup besar nantinya,
apalagi mereka rata – rata tenaga setengah terampil sampai tenaga kasar.
Pembukaan ruang – ruang lahan pekerjaan baru bagi para buruh ini menjadi hal
yang perlu diperhatikan. Industri padat karya tidak harus mati, lewat Usaha
Kecil Menengah (UKM) yang menjadi prioritas pemerintah diharapkan mampu
menyerap tenaga kerja setengah terampil atau tenaga kerja kasar tadi.
Peran pemerintah
disini adalah memberi prioritas untuk terbentuknya UKM – UKM baru dan
mempertahankan kelangsungan hidup UKM yang telah ada dalam persaingan
menghadapi MEA, yang sudah tentu akan vis a vis dengan
perusahaan – perusahaan asing dan besar yang akan berdatangan di Indonesia.
Regulasi yang tidak berat sebelah harus menjadi kebijakan pemerintah, bukan
malah menguntungkan pihak investor asing yang selama ini terjadi.
Kontradiksi memang antara keinginan buruh
(Kesejahteraan) dengan hadirnya MEA 2015 mendatang, MEA yang titik tekannya ada
pada daya saing terutama tenaga kerja, belum mampu dijawab oleh tenaga kerja
(buruh) kita sendiri, di sisi lain pemerintah pun gagal dalam proses
peningkatan dan perlindungan mutu terhadap SDM Indonesia selama ini. Di
momentum May Day nanti seharusnya para pekerja tidak hanya
fokus terhadap 10 tuntutan yang rencananya akan di suarakan, tetapi yang lebih
subtansial lagi, bagaimana serikat pekerja, pemerintah dan buruh bekerja sama
dalam hal peningkatan mutu SDM para buruh yang ada saat ini, untuk mampu
menjawab tantangan daya saing tenaga kerja yang menjadi keharusan di era MEA
2015 nantinya. Karena untuk mencapai harapan sejahtera bagi para buruh tidak
cukup dengan upah yang tinggi, tetapi aspek – aspek lainnya seperti peningkatan
mutu SDM, mampu bersaing di era MEA 2015, dan iklim investasi yang baik juga
menjadi penentu sebuah kesejahteraan bagi masyarakat.
SARAN
1. Berdasarkan kinerjanya Perum Pegadaian
memiliki potensi untuk berperan dalam channeling pemberdayaan ekonomi rakyat.
Namun untuk mewujudkan potensi tersebut Perum Pegadaian harus terlebih dahulu
membenahi kelemahan-kelemahan struktural yang ada.
2. Mengingat masih besarnya potensi pasar yang
dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan yang memberikan pinjaman berdasarkan
sistem gadai, maka Pemerintah perlu mengkaji kemungkinan pemberian izin bagi
perusahaan lain untuk bergerak dalam usaha pegadaian. Hal ini sekaligus dapat
mendorong kompetisi untuk meningkatkan efisiensi.
3. Untuk mengetahui
efektivitas penggunaan kredit dalam rangka pemberdayaan ekonomi rakyat, Perum
Pegadaian perlu lebih intensif dalam memonitor nasabah.
4. Masalah kesulitan
likuiditas dapat diminimalkan apabila sampai batas tertentu kantor daerah
diberi kewenangan untuk mencari dana sendiri dengan memanfaatkan potensi daerah
setempat (sesuai dengan teori RFM).
5. Sesuai dengan misi
Perum Pegadaian yang didukung oleh sumber dana yang mayoritas bersubsidi,
tersedianya room yang cukup luas, rentabilitas yang lebih baik dibandingkan
lembaga formal lainnya, serta kecenderungan penurunan suku bunga pasar, maka
sudah saatnya besarnya sewa modal diturunkan. Di samping itu, untuk menjaga
konsistensi pelaksanaan misi Perum Pegadaian, pemerintah hendaknya menetapkan
ketentuan yang mengatur batas minimum porsi kredit untuk nasabah kecil
(golongan A dan B), misalnya sebesar 30% - 40%.
6. Dengan mempertimbangkan potensi dan rencana
jangka panjang, nampaknya Perum Pegadaian perlu lebih menekankan pada pemberian
kredit daripada melakukan usahausaha lain di luar core usaha Perum Pegadaian.
7. Perum Pegadaian
perlu melakukan evaluasi secara lebih intens terhadap kantor-kantor cabang yang
merugikan, untuk mengkaji apakah akan melakukan pemindahan kantorkantor cabang
tersebut ke lokasi yang lebih strategis atau melakukan penutupan, khususnya
bagi Kanca defisit yang sudah lama didirikan dengan tetap mempertimbangkan
pelaksanaan misi sosial yang diemban. 98 Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan.
8.Untuk memperoleh
penilaian efisiensi yang lebih riil, maka Perum Pegadaian perlu memperhitungkan
biaya dana untuk masing-masing Kanca.
9. Untuk menghindarkan terjadinya distorsi
suku bunga pasar, maka kebijakan pemberian bantuan likuiditas dengan subsidi
bunga kepada lembaga pembiayaan yang berorientasi pada masyarakat menengah ke
bawah hendaknya hanya dilakukan dalam jangka pendek atau dalam bentuk
sekuritisasi.
KESIMPULAN
Indonesia
mengalami krisis moneter bukan baru sekali ini saja. Sebagai salah satu Negara
berkembang, Indonesia sudah sering mengalaminya. Krisis yang paling parah
terjadi pada pertengahan tahun 1997. Pada saat itu, Indonesia berada dibawah
pemerintahan Presiden Soeharto (Orde Baru), dimana kebijakan-kebijakan
ekonominya telah menghasilkan kemajuan ekonomi yang pesat. Namun disamping itu,
kondisi sektor perbankan memburuk dan semakin besarnya ketergantungan terhadap
modal asing,termasuk pinjaman dan impor, yang membuat Indonesia dilanda suatu
krisis ekonomi yang besar yang diawali oleh krisis nilai tukar rupiah terhadap
dollar AS pada pertengahan tahun 1997.Keadaan ini kemudian diperburuk dengan
adanya krisis nilai tukar bath Thailand yang menyebabkan nilai tukar dollar
menguat. Penguatan nilai tukar dollar ini berimbas ke rupiah dan menyebabkan
nilai tukar rupiah semakin anjlok.
Banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan krisis itu terjadi. Namun ada dua
aspek penting yang menunjukkan kondisi fundamental ekonomi Indonesia menjelang
krisis, yakni saldo transaksi berjalan dalam keadaan defisit yang melemahkan
posisi neraca pembayaran dan adanya utang luar negeri jangka pendek yang tidak
bisa dibayar pada waktu jatuh tempo.
Terjadinya krisis ini menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap
perekonomian Indonesia, di dalam segala aspek kehidupan. Namun secara
keseluruhan, dampak negatif dari jatuhnya nilai tukar rupiah ini lebih besar
daripada dampak positif yang ditimbulkan.
Dalam menangani krisis ini, pemerintah tidak dapat menanganinya sendiri. Karena
merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tidak dapat dibendung
sendiri,lebih lagi cadangan dollar AS di BI sudah mulai menipis. Oleh karena
itu, pemerintah meminta bantuan kepada IMF. IMF adalah bank sentral dunia yang
fungsi utamanya adalah membantu memelihara stabilitas kurs devisa Negara-negara
anggotanya dan tugasnya adalah sebagai tumpuan akhir bagi bank-bank umum yang
mengalami kesulitan likuiditas.
Daftar
Pusaka:
http://www.freedom-institute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=291:laporan-diskusi-publik-ekonomi-di-era-jokowi-seperti-apa&catid=52:laporan-diskusi
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5444f9d456375/tiga-goncangan-ekonomi-tahun-pertama-jokowi-jk
http://bobo.kidnesia.com/Bobo/Info-Bobo/Reportasia/Kenapa-Harga-BBM-Naik-Turun
NOTE :
PENULISAN INI UNTUK TUGAS
MATA KULIAH PEREKONOMIAN INDONESIA
Komentar
Posting Komentar