A.
Motivasi
1. Pengertian
Motivasi
Motivasi
berasal dari kata movere yang berarti dorongan atau menggerakkan.
Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya
manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya
mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya
motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung
perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias untuk mencapai hasil
yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer membagikan pekerjaan pada
bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang
diinginkan.
Perusahaan
tidak hanya mengharapkan karyawan mampu, cakap dan terampil tetapi yang
terpenting mereka mau bekerja giat dan berkeinginan untuk mencapai hasil kerja
yang maksimal. Kemampuan dan kecakapan karyawan tidak ada artinya bagi
perusahaan jika mereka tidak mau bekerja giat.
Proses
Motivasi
Malayu S.P.
Hasibuan (2005:151), mengatakan bahwa proses motivasi adalah sebagai
berikut :
a.
Tujuan
Dalam proses motivasi perlu ditetapkan terlebih dahulu
tujuan organisasi. Baru kemudian para karyawan dimotivasi kearah tujuan.
b.
Mengetahui
kepentingan
Hal yang penting dalam proses motivasi adalah
mengetahui keinginan karyawan dan tidak hanya melihat dari sudut kepntingan
pimpinan atau perusahaan saja.
c.
Komunikasi
efektif
Dalam proses motivasi harus dilakukan komunikasi yang
baik dengan bawahan. Bawahan harus mengetahui apa yang akan diperolehnya dan
syarat apa saja yang harus dipenuhinya supaya insentif tersebut diperolehnya.
d. Integrasi
tujuan
Proses motivasi perlu untuk menyatukan tujuan
organisasi dan tujuan kepentingan karyawan. Tujuan organisasi adalah needscomplex
yaitu untuk memperoleh laba serta perluasan perusahaan. Sedangkan tujuan
individu karyawan ialah pemenuhan kebutuhan dan kepuasan. Jadi, tujuan
organisasi dan tujuan karyawan harus disatukan dan untuk itu penting adanya
penyesuaian motivasi.
e.
Fasilitas
Manajer penting untuk memberikan
bantuan fasilitas kepada organisasi dan individu karyawan yang akan mendukung
kelancaran pelaksanaan pekerjaan. Seperti memberikan bantuan kendaraan kepada salesman.
f. Team Work
Manajer harus membentuk Team work yang
terkoordinasi baik yang bisa mencapai tujuan perusahaan. Team Work
penting karena dalam suatu perusahaan biasanya terdapat banyak bagian.
Pendekatan
motivasi
McClelland seorang pakar psikologi dari Universitas
Harvard di Amerika Serikat mengemukakan bahwa kinerja seseorang dapat
dipengaruhi oleh virus mental yang ada pada dirinya. Virus tersebut merupakan
kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mencapai kinerja secara optimal.
Ada tiga jenis virus sebagai pendorong kebutuhan yaitu kebutuhan berprestasi,
kebutuhan berafiliasi dan kebutuhan berkuasa. Karyawan perlu mengembangkan
virus tersebut melalui lingkungan kerja yang efektif untuk meningkatkan kinerja
dan mencapai tujuan perusahaan.
Motivasi berprestasi merupakan suatu dorongan dengan
ciri-ciri seseorang melakukan pekerjaan dengan baik dan kinerja yang tinggi.
Kebutuhan akan berprestasi tinggi merupakan suatu dorongan yang timbul pada
diri seseorang untuk berupaya mencapai target yang telah ditetapkan, bekerja
keras untuk mencapai keberhasilan dan memiliki keinginan untuk mengerjakan
sesuatu secara lebih lebih baik dari sebelumnya.
Karyawan dengan motivasi berprestasi tinggi sangat
menyukai tantangan, berani mengambil risiko, sanggup mengambil alih
tanggungjawab, senang bekerja keras. Dorongan ini akan menimbulkan kebutuhan
berprestasi karyawan yang membedakan dengan yang lain, karena selalu ingin
mengerjakan sesuatu dengan lebih baik. Berdasarkan pengalamam dan antisipasi
dari hasil yang menyenangkan serta jika prestasi sebelumnya dinilai baik, maka
karyawan lebih menyukai untuk terlibat dalam perilaku berprestasi. Sebaliknya
jika karyawan telah dihukum karena mengalami kegagalan, maka perasaan takut
terhadap kegagalan akan berkembang dan menimbulkan dorongan untuk menghindarkan
diri dari kegagalan.
Beberapa pendekatan untuk mengatasi atau mengurangi
kekurangan semangat dan motivasi dalam melaksanakan pekerjaan adalah dengan
pendekatan kuratif dan pendekatan antisipatif.
1. Pendekatan Kuratif
Pendekatan kuratif atau mengatasi adalah melihat
apakah masalah yang menimbulkan pengaruh pada motivasi penting atau tidak dalam
pekerjaan. Apabila masalahnya tidak terlalu penting maka kita tidak perlu
merasa putus asa. Tetapi bila ternyata masalah itu penting dalam pekerjaan,
maka bicara secara terbuka dan langsung dengan pihak yang berwenang untuk
mendapatkan kesamaan persepsi sehingga jalan keluarnya dapat ditemukan,
misalnya atasan atau konselor. Bila pihak yang berwenang tidak dapat ditemui
secara langsung, hubungi melalui surat atau telepon.
2. Pendekatan Antisipatif
Karyawan sebaiknya bekerja dengan sebaik-baiknya dan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Selanjutnya berusaha menenangkan
hati sewaktu bekerja dan jangan terganggu dengan perasaan gelisah. Bila merasa
gelisah karena hal-hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan, maka sebaiknya
menenagkan diri di luar ruang kerja dengan cara yang diyakini berhasil,
misalnya dengan berdoa atau yoga. Karyawan disarankan bersikap dan berpikir
positif terhadap pekerjaan.
teori motivasi
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu
dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain : (1) teori Abraham H.
Maslow (Teori Kebutuhan); (2) Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi);
(3) teori Clyton Alderfer (Teori ERG); (4) teori Herzberg (Teori Dua Faktor);
(5) teori Keadilan; (6) Teori penetapan tujuan; (7) Teori Victor H. Vroom
(teori Harapan); (8) teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku; dan (9) teori
Kaitan Imbalan dengan Prestasi. (disarikan dari berbagai sumber : Winardi,
2001:69-93; Sondang P. Siagian, 286-294; Indriyo Gitosudarmo dan Agus
Mulyono,183-190, Fred Luthan,140-167).
1. Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H.
Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat
atau hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological
needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman
(safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental,
psikologikal dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4)
kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam
berbagai simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization),
dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi
yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis)
dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya
dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin
banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional,
teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami
“koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat
diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya
ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada
pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan
kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat
pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan
diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang
berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan
bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman
menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara
simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang
bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta
ingin berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat
apabila berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan
sebagai hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa :
- Kebutuhan yang satu saat sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
- Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
- Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini
tampak lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami
bagi pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan
berikutnya yang lebih bersifat aplikatif.
2. Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi.
Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi
tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang
sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia,
atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen
mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai
standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam
persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan
bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang
berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah
preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2)
menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya
mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran
misalnya; dan (3) menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan
mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori “ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim
“ERG” dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah
yaitu : E = Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness
(kebutuhanuntuk berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan
pertumbuhan)
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak
dua hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori
atau model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat
dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “
Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut
Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia
itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak
lebih lanjut akan tampak bahwa :
- Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya;
- Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan;
- Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat
pragmatisme oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang
dapat menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara
lain memusatkan perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah memberikan kontribusi
penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang dikembangkannya dikenal
dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor
hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsik, yang berarti
bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong sebagai faktor
motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan yang diraih,
kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang lain. Sedangkan
faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain status seseorang
dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya, hubungan
seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh
para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam organisasi,
kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada pandangan bahwa manusia
terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang dibuat bagi
kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya, apabila seorang
pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak memadai, dua
kemungkinan dapat terjadi, yaitu :
- Seorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, atau
- Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya.
Dalam menumbuhkan persepsi tertentu, seorang pegawai
biasanya menggunakan empat hal sebagai pembanding, yaitu :
- Harapannya tentang jumlah imbalan yang dianggapnya layak diterima berdasarkan kualifikasi pribadi, seperti pendidikan, keterampilan, sifat pekerjaan dan pengalamannya;
- Imbalan yang diterima oleh orang lain dalam organisasi yang kualifikasi dan sifat pekerjaannnya relatif sama dengan yang bersangkutan sendiri;
- Imbalan yang diterima oleh pegawai lain di organisasi lain di kawasan yang sama serta melakukan kegiatan sejenis;
- Peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai jumlah dan jenis imbalan yang merupakan hak para pegawai
Pemeliharaan hubungan dengan pegawai dalam kaitan ini
berarti bahwa para pejabat dan petugas di bagian kepegawaian harus selalu
waspada jangan sampai persepsi ketidakadilan timbul, apalagi meluas di kalangan
para pegawai. Apabila sampai terjadi maka akan timbul berbagai dampak negatif
bagi organisasi, seperti ketidakpuasan, tingkat kemangkiran yang tinggi, sering
terjadinya kecelakaan dalam penyelesaian tugas, seringnya para pegawai berbuat
kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan masing-masing, pemogokan atau bahkan
perpindahan pegawai ke organisasi lain.
6. Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan
memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni : (a) tujuan-tujuan
mengarahkan perhatian; (b) tujuan-tujuan mengatur upaya; (c) tujuan-tujuan
meningkatkan persistensi; dan (d) tujuan-tujuan menunjang strategi-strategi dan
rencana-rencana kegiatan. Bagan berikut ini menyajikan tentang model instruktif
tentang penetapan tujuan.
7. Teori Victor H. Vroom (Teori Harapan )
Victor H. Vroom, dalam bukunya yang berjudul “Work And
Motivation” mengetengahkan suatu teori yang disebutnya sebagai “ Teori
Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang
ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya
akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang
sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya,
yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Dinyatakan dengan cara yang sangat sederhana, teori
harapan berkata bahwa jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk
memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong
untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan
memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, motivasinya untuk berupaya akan
menjadi rendah.
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber
daya manusia teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena penekanan
tentang pentingnya bagian kepegawaian membantu para pegawai dalam menentukan
hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-cara yang paling tepat untuk
mewujudkan keinginannnya itu. Penekanan ini dianggap penting karena pengalaman
menunjukkan bahwa para pegawai tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya,
apalagi cara untuk memperolehnya.
8. Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku
Berbagai teori atau model motivasi yang telah dibahas
di muka dapat digolongkan sebagai model kognitif motivasi karena didasarkan
pada kebutuhan seseorang berdasarkan persepsi orang yang bersangkutan berarti
sifatnya sangat subyektif. Perilakunya pun ditentukan oleh persepsi tersebut.
Padahal dalam kehidupan organisasional disadari dan
diakui bahwa kehendak seseorang ditentukan pula oleh berbagai konsekwensi
ekstrernal dari perilaku dan tindakannya. Artinya, dari berbagai faktor di luar
diri seseorang turut berperan sebagai penentu dan pengubah perilaku.
Dalam hal ini berlakulah apaya yang dikenal dengan
“hukum pengaruh” yang menyatakan bahwa manusia cenderung untuk mengulangi
perilaku yang mempunyai konsekwensi yang menguntungkan dirinya dan mengelakkan
perilaku yang mengibatkan perilaku yang mengakibatkan timbulnya konsekwensi
yang merugikan.
Contoh yang sangat sederhana ialah seorang juru tik
yang mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik dalam waktu singkat. Juru tik
tersebut mendapat pujian dari atasannya. Pujian tersebut berakibat pada
kenaikan gaji yang dipercepat. Karena juru tik tersebut menyenangi konsekwensi
perilakunya itu, ia lalu terdorong bukan hanya bekerja lebih tekun dan lebih
teliti, akan tetapi bahkan berusaha meningkatkan keterampilannya, misalnya
dengan belajar menggunakan komputer sehingga kemampuannya semakin bertambah,
yang pada gilirannya diharapkan mempunyai konsekwensi positif lagi di kemudian
hari.
Contoh sebaliknya ialah seorang pegawai yang datang
terlambat berulangkali mendapat teguran dari atasannya, mungkin disertai
ancaman akan dikenakan sanksi indisipliner. Teguran dan kemungkinan dikenakan
sanksi sebagi konsekwensi negatif perilaku pegawai tersebut berakibat pada
modifikasi perilakunya, yaitu datang tepat pada waktunya di tempat tugas.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
Penting untuk diperhatikan bahwa agar cara-cara yang digunakan untuk modifikasi perilaku tetap memperhitungkan harkat dan martabat manusia yang harus selalu diakui dan dihormati, cara-cara tersebut ditempuh dengan “gaya” yang manusiawi pula.
9. Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Bertitik tolak dari pandangan bahwa tidak ada satu
model motivasi yang sempurna, dalam arti masing-masing mempunyai kelebihan dan
kekurangan, para ilmuwan terus menerus berusaha mencari dan menemukan sistem
motivasi yang terbaik, dalam arti menggabung berbagai kelebihan model-model
tersebut menjadi satu model. Tampaknya terdapat kesepakan di kalangan para
pakar bahwa model tersebut ialah apa yang tercakup dalam teori yang mengaitkan
imbalan dengan prestasi seseorang individu .
Menurut model ini, motivasi seorang individu sangat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Termasuk pada faktor internal adalah : (a) persepsi seseorang mengenai diri
sendiri; (b) harga diri; (c) harapan pribadi; (d) kebutuhaan; (e) keinginan;
(f) kepuasan kerja; (g) prestasi kerja yang dihasilkan.
Sedangkan faktor eksternal mempengaruhi motivasi
seseorang, antara lain ialah : (a) jenis dan sifat pekerjaan; (b) kelompok
kerja dimana seseorang bergabung; (c) organisasi tempat bekerja; (d) situasi
lingkungan pada umumnya; (e) sistem imbalan yang berlaku dan cara penerapannya.
Tantangan
dalam Motivasi
Dalam
menerapkan praktenya ada beberapa tantangan yang sering dihadapi seperti :
1. Kebutuhan sangat berbeda pada setiap
orang
Dengan adanya kebutuhan yang berbeda maka penerapan
teori motivasi juga harus berbeda
2. Cara menterjemahkan kebutuhan ke
dalam tindakan secara individu juga berbeda
Dengan adanya perbedaan ini maka cara pandang individu
dalam hal menilai kebutuhan juga berbeda
3. Orang tidak selalu bertindak menurut
kebutuhan
Ada orang yang bekerja tidak untuk memenuhi kebutuhan
tetapi hanya mengisi waktu luang sehingga motivasinya juga berbeda
4. Reaksi kepuasan seseorang terhadap
pemenuhan akan kebutuhan atau tidak terpenuhi kebutuhannya akan berbeda.
Ada seseorang yang cukup puas dengan terpenuhinya
kebutuhan pshysiological tetapi ada yang tidak
Alat – alat
Motivasi
- Material Insentive
Konsepnya
tradisonal yaitu dengan memberikan insentive
- Non Material Insentive
Konsepnya
model hubungan antar manusia atau SDM seperti mempertinggi kebutuhan sosial
karyawan dan memberikan tanggung jawab yang lebih besar
Definisi kepemimpinan
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda-beda tergantung pada sudut pandang atau perspektif-perspektif dari para peneliti yang bersangkutan, misalnya dari perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Stogdill (1974: 259) menyimpulkan bahwa terdapat hampir sama banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah mencoba mendefinisikannya. Lebih lanjut, Stogdill (1974: 7-17) menyatakan bahwa kepemimpinan sebagai konsep manajemen dapat dirumuskan dalam berbagai macam definisi, tergantung dari mana titik tolak pemikirannya. Misalnya, dengan mengutip pendapat beberapa ahli, Paul Hersey dan Kenneth H Blanchard (1977: 83-84) mengemukakan beberapa definisi kepemimpinan, antara lain:
* Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)
* Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)
* Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum, Irving R, F. Massarik).
Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi kepemimpinan lainnya seperti yang dikutip oleh Gary Yukl (1996: 2), antara lain:
* Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn)
* Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)
* Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan Jacques)
Menurut Wahjosumidjo (1984: 26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan, pada hakekatnya memberikan makna :
* Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.
* Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri
* Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan situasi.
Dari berbagai definisi yang ada, maka dapat dikatakan bahwa Kepemimpinan adalah
* Seni untuk menciptakan kesesuaian paham
* Bentuk persuasi dan inspirasi
* Kepribadian yang mempunyai pengaruh
* Tindakan dan perilaku
* Titik sentral proses kegiatan kelompok
* Hubungan kekuatan/kekuasaan
* Sarana pencapaian tujuan
* Hasil dari interaksi
* Peranan yang dipolakan
* Inisiasi struktur
tipologi kepemimpinan
Tipologi
kepemimpinan merupakan tipe-tipe kepemimpinan lain yang ada disekitar kita,
berikut adalah tipe kepemimpinan menurut (Siagian,1997) :
-
Tipe
Otokratis
· Menganggap organisasi sebagai milik
pribadi.
· Mengidentikkan tujuan pribadi dengan
tujuan organisasi.
· Menganggap bawahan sebagai alat
semata-mata.
· Tidak mau menerima kritik,
saran dan pendapat .
· Terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya.
· Dalam menggerakan bawahannya sering
menggunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
-
Tipe
Demokratis
· Tidak berfikiran bahwa pemimpin
adalah manusia mulia yang harus dihormati dan sebagainya.
· Menyingkronisasikan kepentingan dan
tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi bawahannya.
· Senang menerima saran dan kritik.
· Mengedepankan kerjasama atau
teamwork.
· Memberikan kebebasan bawahannya
untuk melakukan kesalahan dan kesempatan untuk bawahannya memperbaiki
kesalahannya tersebut dengan kebijakan tertentu.
· Selalu berusaha untuk menjadikan
bawahannya lebih sukses.
· Berusaha mengembangkan kapasitas
diri pribadinya sebagai pemimpin.
-
Tipe
Militeris
· Menggunakan perintah dalam
menggerakan bawahannya.
· Senang menggunakan jabatan dan
pangkat dalam memberikan perintah.
· Menuntut displin yang tinggi dan
melebih-lebihkan formalitas.
· Sukar menerima kritikan.
· Menggemari upacara untuk berbagai
keadaan.
-
Tipe
Paternalistis
· Menganggap bawahannya tidak dewasa.
· Bersikap terlalu melindungi.
· Jarang memberi kesempatan kepada
bawahannya untuk mengambil inisiatif dan mengembangkan kreasinya.
· Sering bersikap sok tahu yang
berlebihan.
-
Tipe
Karismatik
Tipe
kepemimpinan ini tidak dapat dijelaskan secara nyata karena pemimpin yang disukai
karena karismanya cenderung tidak memiliki patokan khusus dalam mencirikan apa
yang disukai dari sifat kepemimpinan dengan tipe ini. Karisma seorang
pemimpin biasanya tercipta secara alami dari sikap pribadi pemimpin
tersebut.
Sifat
Kepemimpinan.
Adapun sifat yang harus dimiliki dalam kepemimpinan adalah :
• Berpandangan jauh.
• Bertindak dan bersikap bijaksana.
• Berpengetahuan luas.
• Bersikap dan bertindak adil.
• Berpendirian tuguh.
• Optimis bahwa misinya berhasil.
• Berhati ikhlas.
• Memiliki kondisi fisik yang baik.
• Mampu berkomunikasi.
• Kesadaran akan tujuan arah.
• Antussiasme.
• Keramahan dan kecintaan.
• Ketegasan.
• Integritas.
• Penguasaan teknis.
• Kecerdasan.
• Keterampilan.
Fungsi Kepemimpinan.
Agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan baik dan efektif, seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan dua fungsi, yaitu :
Fungsi Pemecahan masalah, fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan terhadap masalah yang di hadapi kelompok.Ø
Ø Fungsi Social fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya.
Adapun sifat yang harus dimiliki dalam kepemimpinan adalah :
• Berpandangan jauh.
• Bertindak dan bersikap bijaksana.
• Berpengetahuan luas.
• Bersikap dan bertindak adil.
• Berpendirian tuguh.
• Optimis bahwa misinya berhasil.
• Berhati ikhlas.
• Memiliki kondisi fisik yang baik.
• Mampu berkomunikasi.
• Kesadaran akan tujuan arah.
• Antussiasme.
• Keramahan dan kecintaan.
• Ketegasan.
• Integritas.
• Penguasaan teknis.
• Kecerdasan.
• Keterampilan.
Fungsi Kepemimpinan.
Agar suatu kelompok dapat dipimpin dengan baik dan efektif, seorang pemimpin paling sedikit harus menjalankan dua fungsi, yaitu :
Fungsi Pemecahan masalah, fungsi ini berhubungan dengan tugas atau pekerjaan terhadap masalah yang di hadapi kelompok.Ø
Ø Fungsi Social fungsi ini berhubungan dengan kehidupan kelompok, yaitu memberikan dorongan kepada anggota kelompok untuk menciptakan suasana kerja bagi kelompoknya.
Batasan
Kepemimpinan
Batasan kepemimpinan menurut Ralph M.
Stogdill bahwasannya kepemimpinan manajerial sebagai proses pengarahan dan
mempengaruhi aktivitas yang dihubungkan dengan tugas dari para anggota
kelompok. Berdasarkan batasan tersebut, terdapat tiga implikasi penting yang
perlu mendapat perhatian.
- Kepemimpinan harus melibatkan orang lain atau bawahan.
- Kepemimpinan mencakup distribusi otoritas yang tidak mungkin seimbang di antara manajer dan bawahan.
- Di samping secara legal mampu memberikan para bawahan berupa perintah atau pengarahan, manajer juga dapat mempengaruhi bawahan dengan berbagi sifat kepemimpinannya.
Delegasi wewenang adalah pelimpahan atau pemberian
otoritas dan tanggung jawab dari pimpinan atau kesatuan organisasi kepada
seseorang atau kesatuan organisasi lain untuk melakukan aktivitas tertentu.
Pada dasarnya, baik pemimpin yang sukses maupun yang efektif dalam
kepemimpinannya, perlu mendelegasikan wewenang kepada bawahannya. Teori
kepemimpinan situasional adalah teori kepemimpinan yang didasarkan pada
hubungan kurva linear di antara perilaku tugas, perilaku hubungan dan
kematangan.
1. Masa Depan Teori Kepemimpinan
Konsepsi Kepemimpinan Transformasional
Konsepsi kepemimpinan
transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. Dalam
kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Bernard Bass (Stone et al,
2004) mengatakan sebagai berikut: “Transformational leaders transform the personal values of followers to
support the vision and goals of the organization by fostering an environment
where relationships can be formed and by establishing a climate of trust in
which visions can be shared”. Selanjutnya, secara operasional
Bernard Bass (Gill et al, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai
berikut: “Leadership and
performance beyond expectations”. Sedangkan Tracy and Hinkin (Gill
dkk, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “The process of influencing major
changes in the attitudes and assumptions of organization members and building
commitment for the organization’s mission or objectives”.
Dari beberapa pengertian
tersebut kepemimpinan transformasional merupakan gaya kepemimpinan yang
berupaya mentransformasikan nilai-nilai yang dianut oleh bawahan untuk
mendukung visi dan tujuan organisasi. Melalui transformasi nilai-nilai
tersebut, diharapkan hubungan baik antar anggota organisasi dapat dibangun
sehingga muncul iklim saling percaya diantara anggota organisasi.
Adapun, karakteristik
kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah
sebagai berikut:
(1) Idealized
influence (or charismatic influence)
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus
kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimppinan.
Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman
terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan
konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan.
Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role
model yang dikagumi,
dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.
(2) Inspirational
motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar
yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai
standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan
antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.
(3) Intellectual
stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong
bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain
itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif
dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu
mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.
(4) Individualized
consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan
individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan
mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu,
seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang
para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin
transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan
bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.
Daftar pustaka
Komentar
Posting Komentar